Kamis, 06 Februari 2014

MASJID


Pemprov Sulbar tahun ini akan merealisir pembangunan masjid di lingkungan kantor gubernuran dengan biaya dari APBD sebesar Rp. 12,5 milyar. Rencananya masjid tersebut untuk keperluan para pegawai beribadah dan mempermudah akses untuk shalat jum’at. Konon selama ini pegawai dan pejabat pemprov Sulbar selalu ke kota Mamuju untuk mencari masjid untuk shalat jumat. Ini adalah rencana yang mulia, semoga juga dapat lebih meningkatkan ketaqwaan para pegawai dan pejabatnya. ( Republika, Rabu 5 Februari,2014). Aamiin.

Terlepas dari biayanya yang besar dan kemungkinan masjid tersebut tentu akan sangat raya, sebuah masjid di lingkungan kantor pemerintahan adalah suatu kebutuhan yang memang perlu, apalagi pada masyarakat dan pegawai di Sulbar yang terkenal kuat memegang teguh nilai-nilai agama, serta gubernurnyapun yang saya tahu adalah orang yang sejak dulu taat beribadah. Rasulullah ketika berhijrah yang pertama dibangun adalah masjid di desa Quba. Inilah masjid yang pertama yang didirikan oleh ummat Islam yang sedang mengkonsolidasi diri, dan begitu jadi, untuk pertama kalinya dipakai untuk shalat jumat.

Di masjid Quba itulah Rasul mulai mengadakan ibadah dan pertemuan serta dialog yang bersifat strategis untuk memperjuangkan tegaknya Islam dan beramar ma’ruf nahi mungkar secara total. Dari sebuah masjid yang berlokasi tepat di kediaman Rasulullah, yang artinya sebuah masjid yang tak ubahnya berada di jantung sendiri, beliau mengalirkan darah dan energy perjuangan ke seluruh sel dan pori-pori kehidupan. Di masjid ummat menyatukan diri dalam ukhuwah Islamiyah yang kemudian melambar keluar mempersatukan komunitas dan bangsa keseluruhan dalam atmosfir Tauhid. Jadi masjid telah menjadi kekuatan integrative dan pusat penanaman nilai-nilai keislaman sekaligus fondasi pembangunan institusi kemasyarakatan yang mumpuni.

Wali Songo ketika Berjaya di tanah Jawa dan mendirikan kerajaan Demak, prioritas pertama mereka adalah membangun masjid, yakni Masjid Demak. Dan menjadikan masjid itu sebagai basis utama gerakan mereka dalam rangka mengislamkan Jawa, kemudian nusantara. Di masjdi tempat ummat saling berinteraksi dan bersalaman, menyulam serat-serat spiritual dan kasih . memperbesar taqwa, mengaji dan memperdalam ilmu serta mengkaji permasalahan bangsa dan masyarakat.

Kami hanya berharap agar masjd yang akan dibangun itu, secara arsitektural juga mencerminkan kemulian batin dan kekayaan spiritual para pegawai pemrov dan masyarakat di sekelilingnya. Tak sekedar menjadi simbol-simbol lahiriah belaka yang berdimensi glorifikasi, apalagi bermaksud riya. Sebuah masjid mesti menjadi indeks roh keagamaan yang dalam pada jiwa komunitasnya, sebagaimana yang dikatakan oleh Emha Ainun Najib dalam sajaknya Seribu masjid satu jumlahnya, “ Seribu masjid tumbuh dalam sejarah / satu orang membangun seribu masjid ruh / ketika peradaban menyerah pada kebuntuan / hadir engkau semua menyodorkan kauruh.”

Sebuah masjid atau tempat peribadatan lahiriahnya haruslah merupakan simbol kedalaman batin dan kerohanian, atau sebuah “ symbolic form”. Jadi pembuatnya harus menselaraskan bentuk dan idea serta nilai-nilai spiritual masyarakat dalam membangun masjid. Atau masjid harus merupakan “ The outward and visible sign of an inward and spiritual grace.”. Ketika masjId dibangun secara harmonis antara pandangan batin dan tilikan lahiriah, dimana idea atau spiritual conception bersatu membangun institusi, atau ketika ide keagamaan terefleksi dan terekspresikan oleh bangunan sebuah masjid, maka saat itulah masjid telah mengambil peran sebagai pusat peradaban dan kebudayaan. Kita mesti membangun masjid sesuai dengan ideal keagamaan kita karena kita nantinya akan dibentuk oleh masjid sebagai ‘Baitullah’ dan artefak kebudayaan. “ We shape our mosque, and afterward our mosque shape us.”

Bangunlah sebuah masjid setinggi dan sebesar mungkin, asal jangan menjadi sesuatu yang asing dari lingkungan. Membangun sebuah masjid yang indah dan sacral, tidak harus dengan menunjukkan kesombongan dan kemewahan pada sekitar. Masjid harus menjadi tempat semua orang, tua- muda, kaya- miskin, pejabat atau bukan, yang jauh atau yang dekat untuk datang berserah kepada Sang Khalik untuk mencari ridha-Nya, serta berteduh mencari kedamaian dari dunia yang semakin tak ramah dan bernafsi-nafsi. Jadi masjid bukan hanya sebuah sarana peribadatan, tapi juga manifestasi dari psiko genesis atau sosio genesis kebudayaan. Di masjid ummat bermaksud menjalin “ Hablumminallah dan hablumminannaas.”

“ Pahala yang lebih besar akan didapatkan bagi mereka yang pergi shalat ke masjid yang jauh dan lebih jauh lagi dalam perjalanannya menuju ke sana” ( Al Haditz )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar