Rivalitas antara Eropa dan Rusia sebenarnya telah terjadi sejak dulu di Ukraina. Dan di dalam negri Rusia sendiri sebelum era kumunis, selalu terjadi tarik menarik antara golongan yang mengagungkan nasionalisme Rusia dengan golongan liberal yang lebih condong ke Barat atau Eropa. Peperangan yang sering terjadi antara Rusia dan negara-negara Eropa serta persentuhan dagang dan budaya telah membuka mata kaum muda Rusia untuk membuat pembaharuan yang berkiblat pada kebudayaan dan kebebasan ala barat. Mereka sering bicara tentang kemerdekaan dunia barat di negaranya yang dianggap konservatif dan tertinggal. Sampai seorang Raja yang kagum pada Eropa menganggap bahwa kebiasaan orang Rusia memelihara kumis, cambang dan jenggot panjang adalah simbol keterbelakangan Rusia dibanding Eropa yang suka berpakaian parlente dan berwajah klimis. Lalu mengeluarkan larangan untuk berkumis, bercambang dan berjenggot panjang agar bisa disebut negara maju.
Sejatinya pertarungan dalam mencari pengaruh di luaran yang berlanjut hingga kini antara Rusia dan Eropa, bukanlah warisan ‘ Cold War’ antara Uni Soviet dan Amerika Serikat. Tapi sejak jaman Negara Rusia yang ke dua yang berpusat di Moskow dan telah meletakkkan dasar-dasar untuk sentralisasi yang ekstrim di Rusia. Orang Rusia di masa itu merasa sebagai pewaris raja-raja Mongol yang berkuasa di era negara Rusia pertama yang berdiri di abad ke 9. Saat itu Rusia yang dibentuk oleh dynasty Skandinavia di didirkan oleh Rurik, telah di hancurkan oleh penyerbu Mongol atau Tartar di tahun 1237. Dengan sendirinya merasa berhak atas wilayah Asia. Bahkan merasa sebagai Roma ke tiga setelah Romawi Barat dan Bizantium, karena pangeran yang berkuasa di Rusia telah kawin dengan ahli waris kaisar Bizantium.
Konsekwensinya adalah Rusia pada tahun 1801 mencaplok kerajaan Georgia yang Kristen. Dan memperoleh Grand Duchy Finlandia dan Swedia di tahun 1809. Hanya peperangan untuk menganeksasi wilayah pegunungan Kaukasus yang penduduknya beragama Islam yang berlarut-larut dan panjang, dan barulah pada tahun 1846 orang-orang Rusia bisa menguasai wilayah Islam tersebut. Perlawanan gagah berani dan penuh kepahlawanan orang Kaukasus tersebut, dipimpin oleh Shamyl ( 1791-1871) Pemandangan bukit-bukit yang berliku-liku di negri itu telah memberi ilham yang tidak sedikit bagi syair-syair Rusia yang bersifat romantik. Dua penyair besar Rusia, yaitu Alexander Pushkin dan Mikhail Lermomtov memperoleh sebagian dari ilham mereka dari pengalmanan-pengalaman mereka di Kaukasus, bahkan Leo Tolstoy pun pada masa mudanya ikut berperang di sana dan menjadi ilham bagi Novelnya yang terkenal ‘ Perang dan Damai’
Sebelum Ukraina dijadikan bagian dari Uni Soviet oleh Lenin, di Jaman Tsar Nikolai, gerakan nasionalisme Ukraina dan pembebasan petani-petani sosialis yang dipimpin Mikhail Butasevich Petrashevsky telah dilumpuhkan dan dihancurkan oleh Tsar dan pemimpin dan anggota-anggota gerakan itu ditangkap dan dibuang ke kamp konsentrasi Siberia. Diantara mereka ada penyair terkenal, Taras Shevchenko dan Dostoevsky yang saat itu pro barat dan liberal. Tapi politik ekspansi dan otokrasi Nikolai juga telah mengharu biru Polandia, Hongaria dan Rumania. Karena di negara-negara tersebut bangkit gerakan-gerakan nasionalis dan revolusioner yang disokong oleh negara-negara barat yang bergejolak akibat pengaruh revolusi Perancis.
Upaya Rusia untuk mengambil alih Ukraina, Polandia, Hongaria dan Rumania adalah bagian dari gerakan Pan Slavisme yang menarik garis perbedaan yang tajam dengan peradaban Jerman – Latin ( barat ) dengan Byzantine – Rusia. Perbedan mana tidak saja dalam tingkatnya, tetapi juga dalam inti sarinya, dimana peradaban Byzantine-Rusia dianggap lebih tinggi dari peradaban Jerman-Latin. Pan Slavisme juga percaya bahwa kedua dunia itu ( Eropa dan Rusia ) pada suatu ketika akan menghadapi perselisihan yang tidak dapat dielakkan, dan sebagai akibat dari konflik ini, Rusia dan bangsa Slavia akan muncul sebagai pemenang. Teori tentang Pan Salvia ini telah ditulis secara sistimatik oleh Nicolai Danilevsky ( 1822-1885) dalam bukunya, “ Rusia dan Eropa. Suatu Penyelidikan Mengenai Hubungan-hubungan kebudayaan dan Politik Dunia Slavia dan Dunia Jerman Latin. Dan anehnya buku ini disambut gembira oleh Dostoevsky yang dulu berpikiran liberal dan pro barat.
Tapi ide Pan Slavisme ini tidak saja ditolak oleh kaum liberal Rusia sendiri tapi juga oleh orang-orang Slavia lainnya. Herzen dalam bukunya “ My Fast and Toughts” mengatakan, “ Kesalahan dari golongan Slavophils terletak pada anggapan mereka bahwa Rusia dahulu mempunyai sesuatu peradaban yang tersendiri yang telah dirongrong oleh berbagai peristiwa-peristiwa dan akhirnya oleh zaman Petersburg. Rusia tidak pernah mempunyai kebudayaan ini….hanyalah pikiran besar dunia Barat yang timbul kerena sejarahnya yang telah panjang itu yang dapat menyuburkan benih-benih yang tak berkembang yang terdapat pada orang-orang Slavia,”
Jika sekarang kaum nasionalis Rusia berpendapat bahwa mereka bukan bagian dari Eropa dan etnis Ukraina bukanlah etnis yang terpisah dari Rusia, melainkan subetnis Rusia, itu wajar saja. Sewajar kaum Nasionalis Ukraina yang berpendapat bahwa mereka adalah bangsa Eropa, yang memiliki nilai-nilai dan budaya Eropa, dan saatnya mereka kembali ke Eropa. Dan skors sementara perseteruan itu adalah satu kosong untuk kaum nasionalis Ukraina dengan dipecatnya Presiden Ukraina, Victor Yanukovych yang Pro Rusia oleh parlemen yang Pro Eropa. Semoga tak bereskalasi menjadi bibit meletusnya perang Dunia ke tiga dengan keterlibatan militer Rusia dan Amerika di sana. Kita hanya bisa berharap dan berdoa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar