Minggu, 16 Agustus 2015

PIDATO KEBUDAYAAN JOKOWI

Untuk apa dan kepada siapakah ditujukan pidato Presiden Jokowi yang disampaikan di depan sidang MPR/DPR/DPD pada Jumat, 14 Agustus kemaren? Tentu saja untuk seluruh rakyat Indonesia, guna perbaikan nasib mereka nanti, menuju kesejahteraan dan kemajuan. Pidato itu bukan sekedar laporan biasa, sekilas lintas hasrat dan curahan rasa, goresan sepintas lalu program presiden dan besaran dananya, apalagi sekedar memenuhi konvensi ke tata negaraan, tapi sebuah penjelasan yang bersifat mendasar dan komfrehensip tentang kebudayaan atau mentalitas, sikap , relasi, komunikasi sekaligus tilikan ke depan berupa visi, misi, dan tujuan pemerintahan Jokowi-JK. Saya menangkap adanya nuansa statemen kebudayaan dari presiden terkait peningkatan dan perbaikan rasa nasionalisme, konsolidasi demokrasi, kwalitas persatuan bangsa, sikap media, parpol dan lembaga pemerintah sendiri yang mengalami anomi atau penurunan kurs norma-norma berprilaku, atau paling tidak telah mengalami heteronomi, dimana masing-masing institusi menonjolkan norma-norma atau nilai-nilainya sendiri yang sering bertabrakan satu sama lain.

Presiden tanpa sungkan bak seorang Maharesi, mengatakan bahwa telah terjadi pelunturan nilai-nilai luhur bangsa secara umum, munculnya sikap tak bertenggang rasa, dan rasa saling menghargai antar sesama pemimpin serta disharmoni relasi antar lembaga yang bisa jadi penghambat usaha-usaha pencapain tujuan bersama. Kepada media, presiden menyentil agar tak bekerja demi mengejar rating belaka, juga agar parpol tak sekedar mengejar kepentingan masing-masing. Realitasnya memang begitu, tapi yang menjadi masalah adalah, mengapa hal tersebut bisa terjadi, ketika Jokowi bersama pembantu-pembantunya sedang gencar-gencarnya melaksanakan upaya ‘Revolusi Mental’ bangsa di segala lini kehidupan.

Komitmen Jokowi untuk merevolusi mental bangsa ini tidak main-main, itu karena menurut menurut beliau, mentalitas kacau akan jadi penghambat bagi upaya pencapaiaan tujuan kemerdekaan. Selengkapnya tentang itu, saya sertakan cuplikan pidato beliau di depan DPR/DPD :
Hadirin sekalian yang saya muliakan, .....Sebagai bangsa yang besar, kita harus percaya diri, harus optimis, bahwa kita dapat mengatasi segala persoalan yang menghadang di hadapan kita. Selama ini kita terjebak pada pemahaman bahwa melambannya perekonomian global, yang berdampak pada perekonomian nasional adalah masalah paling utama. Padahal kalau kita cermati lebih seksama, menipisnya nilai kesantunan dan tatakkrama, juga berbahaya bagi kelangsungan hidup bangsa ini.

Sejatinya revolusi mental Jokowi mirip dengan revolusi kebuyaaan seperti yang dicanangkan oleh Mao Tze Tung di Tiongkok tahun 60 an. Bedanya, adalah bahwa Mao mau mengeliminir semua tradisi leluhur bangsanya yang dianggap dekaden, juga anasir-anasir asing yang bertentangan dengan nilai dan tujuan ideologinya. Dan ia melakukannya dengan teror dan penggerebegan di mana-mana, dan lebih banyak ditujukan kepada lawan-lawan politiknya. Konon Mao takut kehilangan popularitas karena kegagalan progran Giant Stepnya”. Semua anasir yang dianggap membangkang, ditelanjangi dan diseret ke penjara, oleh kaum muda revolusioner yang tak sadar pada niat sejati Mao dibalik slogan “ Biarkan seribu bunga mekar”. Banyak kaum liberal dan intelektual yang diberangus dan melarikan diri ke luar negri, bahkan orang-orang dekat Mao pun termasuk istrinya yang tergabung dalam kelompok empat. jadi pesakitan dengan tuduhan konspiracy.

Tapi Jokowi tentu tak akan melakukan tindakan aneh seperti Mao tersebut, beliau malahan ingin merevitalisasi dan mengaktualisasikan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam agama dan kebudayaan bangsanya. Jokowi bukan Mao yang merebut kekuasaan secara berdarah-darah dengan menyingkirkan lawan politiknya yang seorang Generalissimo, Ching Kai Sek yang lari ke Taiwan, melalui perjuangan yang panjang dan tak kenal ampun kejamnya. Dalam longmarchnya, fanatikus Mao yang komunis sampai ke tulang sum-sum, telah membantai ribuan tuan tanah yang dianggap kaum dekaden dan rusak. Karena Jokowi bukan seorang ideolog dan bukan orang kuat di partai yang punya massa banyak dan fanatik. Beliau hanya punya relawan-relawan yang begitu terfragmentasi secara tajam dalam gaya dan nasib hidup. Ada kaum Yuppies, kalangan seniman, kaum lumpen proletariat di kota-kota, dan ada para kuli bangunan di pelosok-pelosok yang telah dengan rela mengumpulkan dana untuk keperluan kampanye Jokowi tempo hari. Mereka juga disatukan oleh sesuatu yang sederhana serta kongkrit, yakni kekaguman pada citra jujur dan merakyat Jokowi, sesuatu yang memang telah lama hilang di kalangan para petinggi dan mandor-mandor di republik ini.
Dalam rangka revolusi mental ala Jokowi, telah dibentuk sebuah Kementerian Kordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Hal ini sudah menunjukkan keseriuasan dan ketulusan Jokowi pada perbaikan mental bangsa, tanpa motif politik, dan panduan ideologi aneh-aneh. Hanya saja belum kunjung terumuskan dengan baik dan tepat kemana manusia Indonesia dan kebudayaannya mau di bawa oleh program penuh beban makna itu, apakah kebudayaan ala Sutan Takdir Alisyahbana yang Faustis, atau ala Sanusi Pane yang Arjunais. Mungkin masyarakat Trisaktinya Sukarno yang mandiri secara politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berpribadi dalam budaya. Tapi yang pasti bukan masyarakat utopia seperti yang digambarkan dalam buku Sir Thomas More, atau Civitas Solisnya Campanella. Menteri KBPMK, Puan Maharani dalam sebuah wawancara, hanya mengatakan perlunya membangun manusia Indonesia yang unggul dan berdaya saing. caranya adalah dengan mengintensifkan program kartu Indonesia pintar, kartu indonesia sehat dan program keluarga sejahtera. Sesederhana itukah langkah untuk menjadikan manusia Indonesia yang lebih canggih ke depan. Jika nanti akan bermunculan manusia-manusia unggul dan berdaya saing, unggul dalam hal apakah, atau berdaya saing dalam hal apa?

Saya malahan beranggapan bahwa manusia yang betul-betul unggul itu tidak suka unggul-unggulan, dan tidak suka saling bersaing secara frontal , apalagi yang tidak sehat dan saling mematikan, tapi bertanding secara sehat dengan memamfaatkan kelebihannya sendiri untuk menang tanpa ngasoraki. Kura-kura tak punya kaki jenjang dan cepat seperti kancil, tapi ia punya bakat kerja sama dan kesabaran yang tinggi dan unggul. Jika kura-kura mau menggunakan kakinya juga, bukannya ber gotong rorong dan bekerjasama, maka ia pasti dikalahkan kancil. Jadi Manusia unggul yang berbudaya adalah yang suka bekerja sama, bergotong royong seperti kancil, suka membantu sesama, dan tidak suka menonjolkan diri dan mempertontonkan kelebihannya, kendati dengan alasan mencari yang terbaik. Ia lebih suka merambah jalan dan cara unik serta baru, dus ia kreatif agar tak berbenturan, mengalahkan dan meniadakan yang lain. Bukankah dunia sekarang sedang mencanangkan agenda pembangunan untuk semua. Prinsip baru Tujuan Pembangunan Millenium (MDGs) PBB adalah “ Leave no one behind”

Jadi kembali kepada preskripsi Jokowi sendiri agar bangsa ini menjadi lebih menghargai nilai-nilai luhur, menjaga persatuan, demen bertenggang rasa dan saling menghargai antara sesama komponen dan eksponennya. Tapi sebuah eksemplar persaingan tidak elok dalam hal ide dan gagasan telah ditunjukkan secara kasat mata oleh seorang menko yang baru diangkat. Menko yang terkategori sebagai ekonom tingkat dunia yang juga punya reputasi dan pengalaman cemerlang sebagai demonstran dan menteri, telah secara terang-terangan telah mengkritisi sesama petinggi di kabinet kerja Jokowi. Bahkan pada sebuah siaran TVRI, secara vulgar menyalahkan Wapres Jusuf Kalla sebagai pencetus ide membangun daya listrik sebesar 35 ribu watt yang dianggapnya tidak realistik dan membebani upaya pembangunan dan percepatan pertumbuhan ekonomi. Padahal program itu pastilah telah disetujui Jokowi dan para pembantunya. Mengatakan bahwa program kereta api cepat Jakarta-Bandung penuh aroma konplik kepentingan, dan menag BUMN telah melakukan pemborosan dengan pembelian pesawat 30 unit pesawat Air Bus untuk Garuda. Beliau memang manusia unggul dan berdaya saing, dan menurut Jokowi sendiri tipe manusia petarung,tapi haruskah begitu mengabaikan nilai-nilai, yang secara personal pasti dianut oleh setiap orang apalagi menteri, dan seorang Wakil Presiden.

Bukan hanya kasus aneh tersebut yang bisa mengganggu visi revolusi mental Jokowi, lihat saja adegan baku hantam antara sesama anggota parlemen, saling tuding sesama penegak hukum, atau saling gugat antar parpol yang bisa jadi teladan bagus bagi tergerusnya penganutan pada nilai-nilai luhur bangsa yang saling menghargai dan bertenggang rasa sebagaimana anjuran Jokowi. Jika orang atasan yang seharusnya jadi panutan sudah tak punya ‘noblesse oblige’, jangan harap rakyat bawahan yang sudah hidup susah akan terevolusi mentalnya. Sikap suka bermusuhan para petinggi itu segera akan diikuti kelahi antar remaja dan pemuda, tawuran antar kampung, aksi ugal-ugalan gang motor atau sikap abai remaja punk, atau paling tidak akan menyemarakkan prilaku serakah, persaingan tidak sehat, ngotot, dan keras kepala di masyarakat.

Kalau sudah begitu, sepuluh departemen pembangunan manusia dan kebudayaan juga akan sia-sia dan percuma adanya guna meluruskan mental bangsa agar beretos kerja, berdisiplin tinggi, dan berbudaya. Keteladanan untuk hal-hal langka itu sangat penting, karena ia langsung menohok hati manusia lewat proses identifikasi. Para petinggilah yang seharusnya menjadi model keteladanan, bukannya malah jadi bagian dari masalah bangsa. Sejatinya dalam masarakat yang masih kental berorientasi ke atas dan menghargai tinggi status, peranan kaum elite penting untuk jadi panutan. Mengintesifkan program KIP, KIS, atau keluarga sejahtera, akan muspra jika dalam ‘Public Scene’ yang terekspose dan tereksposure adalah anomi social kaum elite, yang lebih mementingkan gaya, egoisme dan narsisme, bukan karya, prestasi, achievement, atau good performance, dengan penganutan yang tegas pada nilai-nilai agama, pancasila dan budaya leluhur.

Wakil Presiden dan menteri juga manusia yang punya perasaan dan bisa tersinggung. Juga sebagaimana yang diteorikan Jhon Dewey, punya hasrat untuk dianggap penting. Bahkan William James mengatakan “ Prinsip yang paling mendalam pada sifat manusia adalah kehausan untuk dihargai,” Di sini disebutkan kata “ kehausan” , jadi jika manusia tak dihargai, akan jadi melempem dan mengkerut. Juga perlu adanya pencanggihan wawasan kultural para petinggi untuk mengetahui matriks budaya kolega masing-masing, karena berasal dari latar daerah dan suku yang berbeda. Yang satu mungkin suka bicara lugas dan blak-blakan yang dianggapnya wujud dari pemihakan pada nilai demokrasi, yang lain suka berewuh pakewu, dan tentu ada yang masih mengganggap tinggi nilai budaya ‘Siri’atau malu.

Bung Karno mulai tidak suka bahkan membenci Bung Sjahrir lalu memenjarakannya karena dianggap ‘pengganggu jalannya revolusi’, bermula dari hal yang kecil dan sepele. Ketika kedua pemimpin bangsa di awal kemerdekaan itu dipenjara oleh Belanda di Prapat, terjadilah sebuah insiden yang dikisahkan oleh Bung Hatta,” Selanjutnya soal perbenturan perasaan Soekarno dengan Sjahrir dimulai di Prapat. Seperti diketahui Sjahrir tak tahan dan suka marah kalau kesepian. Satu kali Soekarno menyanyi di kamar mandi, cukup keras juga dan bagi Sjahrir rupanya dirasakan ribut, hingga Sjahrir berteriak,’ Houd je mond’(tutup mulutmu). Soekarno jadi jengkel. Waktu kemudian saya tanyakan Soekarno mengapa benci sama Sjahrir, ia mengatakan ‘ Bagaimana juga saya adalah Kepala Negara, mengapa ia menghardik saya seperti itu?...” ( lihat, Bung Kecil Yang Berbuat Besar, dalam Bunga Rampai dari Sejarah 3, oleh Mohammad Roem).


1 komentar:

  1. KISAH NYATA..............
    Ass.Saya IBU SERI HASTUTI.Dari Kota Surabaya Ingin Berbagi Cerita
    dulunya saya pengusaha sukses harta banyak dan kedudukan tinggi tapi semenjak
    saya ditipu oleh teman hampir semua aset saya habis,
    saya sempat putus asa hampir bunuh diri,tapi saya buka
    internet dan menemukan nomor Ki Dimas,saya beranikan diri untuk menghubungi beliau,saya dikasi solusi,
    awalnya saya ragu dan tidak percaya,tapi saya coba ikut ritual dari Ki Dimas alhamdulillah sekarang saya dapat modal dan mulai merintis kembali usaha saya,
    sekarang saya bisa bayar hutang2 saya di bank Mandiri dan BNI,terimah kasih Ki,mau seperti saya silahkan hub Ki
    Dimas Taat Pribadi di nmr 081340887779 Kiyai Dimas Taat Peribadi,ini nyata demi Allah kalau saya bohong,indahnya berbagi,assalamu alaikum.

    KEMARIN SAYA TEMUKAN TULISAN DIBAWAH INI SYA COBA HUBUNGI TERNYATA BETUL,
    BELIAU SUDAH MEMBUKTIKAN KESAYA !!!

    ((((((((((((DANA GHAIB)))))))))))))))))

    Pesugihan Instant 10 MILYAR
    Mulai bulan ini (juli 2015) Kami dari padepokan mengadakan program pesugihan Instant tanpa tumbal, serta tanpa resiko. Program ini kami khususkan bagi para pasien yang membutuhan modal usaha yang cukup besar, Hutang yang menumpuk (diatas 1 Milyar), Adapun ketentuan mengikuti program ini adalah sebagai berikut :

    Mempunyai Hutang diatas 1 Milyar
    Ingin membuka usaha dengan Modal diatas 1 Milyar
    dll

    Syarat :

    Usia Minimal 21 Tahun
    Berani Ritual (apabila tidak berani, maka bisa diwakilkan kami dan tim)
    Belum pernah melakukan perjanjian pesugihan ditempat lain
    Suci lahir dan batin (wanita tidak boleh mengikuti program ini pada saat datang bulan)
    Harus memiliki Kamar Kosong di rumah anda

    Proses :

    Proses ritual selama 2 hari 2 malam di dalam gua
    Harus siap mental lahir dan batin
    Sanggup Puasa 2 hari 2 malam ( ngebleng)
    Pada malam hari tidak boleh tidur

    Biaya ritual Sebesar 10 Juta dengan rincian sebagai berikut :

    Pengganti tumbal Kambing kendit : 5jt
    Ayam cemani : 2jt
    Minyak Songolangit : 2jt
    bunga, candu, kemenyan, nasi tumpeng, kain kafan dll Sebesar : 1jt

    Prosedur Daftar Ritual ini :

    Kirim Foto anda
    Kirim Data sesuai KTP

    Format : Nama, Alamat, Umur, Nama ibu Kandung, Weton (Hari Lahir), PESUGIHAN 10 MILYAR

    Kirim ke nomor ini : 081340887779
    SMS Anda akan Kami balas secepatnya

    Maaf Program ini TERBATAS .

    BalasHapus