Benang putih mengungkapkan dirinya sebagai pernyataan dari suatu kebudayaan terbuka, Mandar yg tak sekedar alamat rumah bagi Husni, tapi home, yg mengukuhkan sosok seorang Mandar sebagi Tau ( manusia ) yg siap menerima dan memberi, dialog dipuja, menampik monolog : sebuah pernyataan betapa dimuliakannya sifat saling memanusiakan, empati, tepa seliro ( Jawa ), sipakatau ( Makassar ). Tak hanya demi aksistensi, tapi demi kamu-koeksistensi, kearah mengkita....Rahman Arge selanjutnya bercerita : " Saya ini cermin " kata bung Husni kepada saya disuatu waktu. Sebagai pelaku budaya Mandar yg benang putih itu Husni berkata " Jika wajah saya cemberut kedalam cermin, wajah cemberut itu pula anda dapat. Tersenyumlah kedalam cermin, maka sang cermin memberimu cermin. Sang cermin selalu siap didahului, ia tak mencari, ia yang dicari!bandingkan tefsiran Rahman Arge ttg Husni Jamaluddin diatas dengan sebuah syair WS Rendra " Kosong itu adalah aku sejati / itulah inti ke sadaran / tanpa rupa, tanpa warna / kerna itu / bisa menjadi apa saja....
BLOG INI UNTUK BERBAGI RASA DAN PIKIR, LEBIH BAIK SALAH TAPI MEMBERI DARI PADA BENAR TAK MEMBERI
Jumat, 24 Mei 2013
Husni Jamaluddin, Benang Putih dari Mandar
Dalam buku Husni Jamaluddin Yang Saya Kenal, ada sebuah tulisan yang menarik dan menginspirasi, tulisan Rahman Arge, budawan dan wartawan senior dari Makssar yg berjudul Bung Husni, benang putih dari Mandar. Disana Rahman menyebut Husni sebagai perwujudan atau spirit kalinda'da : Indi tia tommuane/bannang pute sarana / melo di cingga / melo dilango-lango. Menurut Rahman Arge, benang putih adalah lempak kosong, kondisi yg kosong, namun kosong yg penuh. Artinya benang kosong disini secara budaya, dalam dirinya, buting dgn isi, untuk merespon secara kreatif segala warna dari luar dirinya. Dibalik putihnya benang ada proses berlatih, belajar, merenung yg membuat penuhnya isi.
Benang putih mengungkapkan dirinya sebagai pernyataan dari suatu kebudayaan terbuka, Mandar yg tak sekedar alamat rumah bagi Husni, tapi home, yg mengukuhkan sosok seorang Mandar sebagi Tau ( manusia ) yg siap menerima dan memberi, dialog dipuja, menampik monolog : sebuah pernyataan betapa dimuliakannya sifat saling memanusiakan, empati, tepa seliro ( Jawa ), sipakatau ( Makassar ). Tak hanya demi aksistensi, tapi demi kamu-koeksistensi, kearah mengkita....Rahman Arge selanjutnya bercerita : " Saya ini cermin " kata bung Husni kepada saya disuatu waktu. Sebagai pelaku budaya Mandar yg benang putih itu Husni berkata " Jika wajah saya cemberut kedalam cermin, wajah cemberut itu pula anda dapat. Tersenyumlah kedalam cermin, maka sang cermin memberimu cermin. Sang cermin selalu siap didahului, ia tak mencari, ia yang dicari!bandingkan tefsiran Rahman Arge ttg Husni Jamaluddin diatas dengan sebuah syair WS Rendra " Kosong itu adalah aku sejati / itulah inti ke sadaran / tanpa rupa, tanpa warna / kerna itu / bisa menjadi apa saja....
Benang putih mengungkapkan dirinya sebagai pernyataan dari suatu kebudayaan terbuka, Mandar yg tak sekedar alamat rumah bagi Husni, tapi home, yg mengukuhkan sosok seorang Mandar sebagi Tau ( manusia ) yg siap menerima dan memberi, dialog dipuja, menampik monolog : sebuah pernyataan betapa dimuliakannya sifat saling memanusiakan, empati, tepa seliro ( Jawa ), sipakatau ( Makassar ). Tak hanya demi aksistensi, tapi demi kamu-koeksistensi, kearah mengkita....Rahman Arge selanjutnya bercerita : " Saya ini cermin " kata bung Husni kepada saya disuatu waktu. Sebagai pelaku budaya Mandar yg benang putih itu Husni berkata " Jika wajah saya cemberut kedalam cermin, wajah cemberut itu pula anda dapat. Tersenyumlah kedalam cermin, maka sang cermin memberimu cermin. Sang cermin selalu siap didahului, ia tak mencari, ia yang dicari!bandingkan tefsiran Rahman Arge ttg Husni Jamaluddin diatas dengan sebuah syair WS Rendra " Kosong itu adalah aku sejati / itulah inti ke sadaran / tanpa rupa, tanpa warna / kerna itu / bisa menjadi apa saja....
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar