Kamis, 06 Juni 2013

Mandar di Lautan Teori

Mungkin yang lebih banyak dari kebudayaan itu sendiri adalah teori tentangnya. Hal ini terjadi karna kecendrungan manusia yang lebih suka berteori dan berwacana mencari makna dibalik segala sesuatu. Namun Mandar tidak berjalan diatas kepalanya, tapi melangkah dengan kokoh dan gagah diatas kakinya. Melewati semak belukar dan rimba pengalaman, menuruni dan menaiki bukit sejarah selama berabad-abad sebelum pada akhirnya menemu dan memeluk jati diri dan kesejatiannya. Adapun teori-teori yang berserakan disisi eksistensinya tak lebih hanya semacam potret digital yang penuh tonbol-tombol rekayasa untuk melukis sebagian atau beberapa serpih bilah penampakannya. Ada yang memotret dari depan, dari belakang, samping kiri dan kanan. Namun tak satupun yang akan mampu menangkap sosok Mandar dalam keutuhannya. Dan apa yang telah dicuci dan diperbesar paling-paling hanya menampilkan pencahayaan dan focus yang tak sempurna. Selalu ada yang luput dan tak sempurna dari gawe dan persfektif para pemotret yang terlalu berorientasi pada teori-teori. Lupa bahwa Mandar adalah sebuah kebudayaan yang membuka berbagai-bagai kemungkinan pendekatan atasnya. Kendati begitu adanya, sebuah atau lebih pendekatan teori akan lebih bermakna manakala ia bisa menangkap mamfaat dari sebuah unsur dan tema budaya. Dengan melihat bagaimana hal itu disukai dan dicintai para stakeholder kebudayaan. Teori Evolusi dan diffusi bisa saling bersinergi untuk berbicara tentang kebiasaan dan kesukaan orang Mandar Massayang-sayang. Atau bagaimana orang Mandar menangani aspek legal dan hukumnya yang berdasar pada ayat-ayat dalam lontara yang dipinjam dari makassar. Teori diffusi mengatakan bahwa manusia cenderung melakukan pinjam-meminjam suatu unsur kebudayaan dan ini sejatinya berlaku universal. Disamping kecendrungan kreatif dan daya adaptasinya sendiri ( teori evolusi ). Dalam konteks Mandar, Gitar adalah instrumen yang kita pinjam dari budaya barat, namun cara memainkan, cita rasa dan tekniknya adalah Mandar banget. Bila kita mendengar orang massayang-sayang dengan bagus dan penuh rasa, maka kita hanya akan melihat Mandar di sana, gadis2nya, alamnya, Kalinda'danya dll, yang telah terlepas sama sekali dari image barat yang bisa mengalir dari piranti gitar dan sound sistimnya. Intinya adalah bagaimana sesuatu yang dipinjam dan diadaptasi itu bisa memberi mamfaat dan dikelola secara kreatif bagi kebaikan dan perkembangan budaya peminjam. Paradigma semacam ini juga telah berlaku bagi bangsa Jepang yang telah meminjam teknologi otomotifl Amerika, namun telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga bila orang bicara otomotif akan segera terasosiasi pada bangsa Jepang. Demikin pula jika orang bicara tentang aljabar, kimia, atau kedokteran, maka pikiran akan cepat terhubung dengan barat karna mereka yang memajukan dan mengembangkannya. Padahal semua itu adalah penemuan orang-orang Arab muslim. Nah, disinilah kita perlu untuk melihat Mandar secara naturalistik dan terbebas dari cara pandang positivistik yang ilmiah dan rasionalistik dan cenderung memandang kebudayaan dalam satu dimensi dengan metafora cara pandang kacamata kuda!, salam budaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar