Sabtu, 08 Juni 2013

KALIDAQDAQ

Apapun definisi Kalinda'da, menggali sesuatu dari dada, atau menenun, namun ia tetaplah sebuah teater mini kata yang punya kekuatan transformasi, karakter yang memberi peluang untuk mengekspresikan sesuatu yang padat, singkat dan bermakna. Sebuah kreatifitas yang muncul dari keterbatasan. Lebih mini dari twitter yang konon dianggap sebagai ikon kreatifitas media sosial kendati hanya terdiri dari 140 karakter. Seperti haiku - puisi Jepang- yang juga mini akasara namun kaya ungkapan dan rasa. Kalinda'da juga seperti tak mau mati kendati orang mencoba melupakannya dalam margin sejarah. Ada saja orang-orang yang mau melap-lapnya hingga mengkilat dan memantulkan suci dan putihnya yang luarbiasa sehingga sering membuat sementara orang silau dan memicingkan mata karna tertohok hati dan standar moralnya. Kalinda'da adalah sindiran bagi sang pemati kehidupan dan dukungan bagi yang menghidupkan hidup. Ia telah disenandungkan, didendangkan dan dideklamasikan untuk kemudian coba dilupakan. Namun cengkramannya lebih kuat dari daya tolak hati dan pikiran, sehingga lagi-lagi ia kan senantiasa diamini dan dikagumi diam-diam. Banyak yan g telah menyeruak dari lembah dan rimba sejarah kemudian bersipongang dipuncak bukit sejarah kontemporer, justru karna sederhana dan luwesnya. Siapapun tak perlu mengernyitkan dahi, atau mengerahkan seluruh kemampuan untuk membaca dan mengertinya, tapi pasti bisa juga mengambil daripadanya banyak hal, ilmu, makna, motovasi, inspirasi, petuah, petunjuk dan timbunan pengajaran. Memang sejatinya para kreator Kalinda'da layaknya para seniman mumpuni, adalah sosok2 yang mampu membawa kita terbang dari dunia nyata kesebuah alam lain dimana kita akan terbebas dari batas-batas dan pagar-pagar yang banyak berserak dialam kongkrit ini. Melihat sesuatu yang tak terlihat, merasakan sesuatu yang tadinya samar-samar, menggeliatkan asa dan harapan yang terpendam oleh kejasmanian. Itulah sebabnya layaknya seni2 yang punya kandungan transformation power, oleh para penguasa dan pengusaha alam nyata yang dekaden ini, ia serig direduksi menjadi sekedar komoditas dan pajangan untuk menarik minat para turis mancanegara dan lokal. Mereka yang punya masalah dengan sosial, korup dan maksiatnya maksi seringkali takut dan tidak suka menyimak kalinda'da yang kritis dan Manyennyeng!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar