Setiap tanggal 28 oktober tiba, saya selalu bangga sekaligus sedih. Karena ketika kita semua merayakan hari Sumpah Pemuda, saya pasti akan terkenang adik yang telah lebih dulu meninggal dunia pada 7 juli 2009, seorang eksponen pemuda, mantan Ketua Umum KNPI periode 2005-2008, Hasanuddin Yusuf. Walaupun almarhum adalah saudara tiri saya, namun telah kuanggap sebagai lebih dari saudara kandung.
Kebanggan padanya tidak bersifat sempit bahwa dia adalah saudara saya yang juga orang
Mandar. Tapi bangga pada kekerasan hati dan kemauannya untuk maju dan survive. Sambil mempertahankan aura dan charisma pemuda sekaligus mempertahankan semangat hidupnya sendiri yang digerogoti oleh penyakit mematikan, kanker otak. Sakit yang diderita sampai menjelang akhir hayatnya, tidak mengurangi kecintaannya pada organisasi pemuda yang dipimpinnya, dan pemuda Indonesia secara keseluruhan.
Kekerasan watak dan kemauaannya dibuktikan dengan berhasilnya ia masuk Fakultas Tekhnik Universitas Gajah Mada. Kegagalan ujian masuk universitas yang sampai dua kali tidak membuatnya putus asa, tapi mencoba dan mencoba lagi, akhirnya berhasil. Demikian pula ketika mencoba untuk running dan fight dalam pemilihan ketua umum KNPI, di mana saingannya adalah anak-anak muda terbaik dari seluruh Indonesia, seperti ketua HMI, PMII, FKPPI, Remaja Masijid, dan sayap pemuda dari partai-partai. Penyakit mematikan yang dideritanya tidak menyurutkan sedikitpun untuk maju bertarung merebut estafet kepemimpinan KNPI yang adalah wadah berkumpulnya tokoh-tokoh pemuda yang mumpuni. Berkat visi dan misi yang dimilikinya, ia berhasil juga menjadi ketua umum untuk kemudian melakukan program-program dan kegiatan untuk membesarkan pemuda Indonesia. Tapi sayang Tuhan lebih mencintainya, untuk berpulang lebih cepat, sebelum melihat cita-citanya tentang pemuda terwujud.
Keteguhan dan kemantapan sikapnya juga ditunjukkan ketika mendirikan Partai Pemuda Indonesia ( PPI) yang diprotes oleh banyak elemen pemuda. Adanya partai pemuda sebenarnya bisa menjadi wadah pemggalangan kekuatan pemuda agar tak sekedar jadi penggembira dalam permainan politik di negara ini yang sering saling memafaatkan dan mengeksploitasi. Pemuda yang selalu jadi bemper penguasa, sering kemudian ditinggalkan jika telah sukses, bisa memperjuangkan nilai-nilai, cita-catanya sendiri lewat parlemen dan berpartisipsi dalam proses legislasi, control dan politik anggaran.
Seorang lagi pemuda Mandar yang membanggakan yang juga mantan ketum KNPI dan Mempora adalah Adiyaksa Dault. Beliau adalah putra Dault SH asal Mamuju, seorang pengacara yang disegani secara nasional. Adiyaksa menonjol karena watak agamisnya yang diwarisi dari ayahnya. Sampai sekarang beliau masih prihatin pada dekadensi moral para pemuda dan remaja, seperti maraknya pornografi dan narkoba.
Adiayaksa yang menggagas seribu lapangan bola setiap tahun semasa menjadi menteri ternyata benar. Secara summir kita bisa lihat hasilnya dengan lahirnya pesepak bola kebanggaan kita yang juga adalah putra Mandar Mamuju, Maldini. Mana mungkin Maldini bisa menjadi hebat bersepakbola bila di Mamuju tidak ada lapangan bola yang bagus dan memadai, sangat logis bukan?
Nah, dua tokoh pemuda Mandar yang hebat di atas tidak mungkin bisa berjaya di masanya, jika infrastruktur kepemudaan tidak disiapkan terlebih dahulu oleh para pemuda tempo dulu di tahun 1928, yang telah bersumpah untuk bertanah air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu, yaitu tanah air, bangsa dan bahasa Indonesia. Soempah Pemoeda adalah toggak bagi kebangkitan pemuda dan bangsa Indonesia dalam NKRI. Peristiwa yang heroik dan bersejarah itu akan selalu jadi batu penjuru dan paradigma bagi setiap pemuda Indonesia dalam menggagas proyek-proyek yang berwawasan kebangsaan. Lepas dari tilikan primordialisme dan kesukuan. Tidak memencilkan diri dalam kesempitan domestik, partikular dan fragmentasi sosial budaya, tapi selalu mengedapankan kepentingan bersama, umum, yang menasional. Kerja-kerja pengembangan budaya lokal adalah dalam rangka memajukan kebudayaan nasional. Otonomi daerah tetap dalam frame binneka tunggal ika dan dalam rangka independensi republik disegala bidang seperti yang digagas BungKarno, Mandiri secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian dalam budaya ( Trisakti).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar