Sabtu, 16 November 2013

SINDROM PERANG PADERI




Passambayang moqo daiq
Pallima wattu toqo
Iyamo tuqu
Pewongan di akheraq

Kalindaqdaq di atas mengkonfirmasi firman Allah dalam Al Baqarah ayat 179 “ Watazawwadu fainna khairazzadi at-taqwa” ( Berbekallah, sesungguhnya bekal yang paling ampuh ialah taqwa). Bagi orang Mandar sumber dari segala sumber hukum adalah Al Qur’an. Seperti semua hukum dan peraturan dalam konteks negara RI adalah Grond Norm. Pancasila.

Di sini tampak jelas, bahwa adaq, budaya dan seni vis a vis agama, tidaklah dalam posisi berhadap-hadapan secara setara dan seimbang, tapi sebagai hubungan orang tua dan anak. Di mana yang pertama menduduki posisi sebagai anak, yang kedua sebagai sumber dan spirit kehidupannya. Namun dalam hubungan yang erat dan dekat antara kedua entitas, itu tetaplah harus dikedepan prinsip saling mendukung, mengisi, dan kerjasama secara harmonis dalam rangka perbaikan masyarakat. Agama menginspirasi adaq, dan Adaq memperkuat agama. Sehingga tampak dalam aplikasinya sukar untuk membedakan mana yang merupakan nilai atau norma agama murni dan mana yang merupakan adaq budaya. Tapi justru dalam kondisi itu, dalam leburnya agama dan adaq budaya jadi satu dalam term persatuan, bukan kesatuan, kita akan terhindar dari semacam “Sindrom Perang Paderi”.

Perang Paderi adalah perang dan pertentangan antara adat melawan agama, dalam hal ini adat Minangkabau versus agama Islam. Itu telah menjadi sejarah dan guru terbaik kita untuk menghindari tracknya yang dekstrustif dan trumatik. Jangan sampai kesamaan keyakinan agama membuat kita bergerombol untuk memusuhi saudara-saudara kita yang se-adaq dan satu kultur, seperti dalam kasus ATM di Sulbar atau dalam peristiwa Ambon.. Atau sebaliknya, kesamaan adaq dan budaya menyatukan kita untuk mengusir dan membunuh sesama muslim, semisal yang acap terjadi di Kalimantan ; Dayak vs Madura, Dayak vs Bugis.

Integrasi agama dan adaq budaya sangat penting dan harus tetap diupayakan. Karena jika itu terbengkalai dan tidak diperhatikan akan fatal akibatnya. Akan sangat mungkin jadi pemicu desintegrasi bangsa, atau dimamfaatkan oleh pihak asing untuk memancing di air keruh demi kepentingan dan libido imperialistiknya. Korupsi, criminal, atau jalan buntu politik paling hanya bisa menjatuhkan seorang presiden, penguasa, atau pemerintahan, tapi masalah-masalah SARA, bisa melenyapkan eksistensi sebuah Negara.

Bangladesh, adalah negara yang lahir dari kemelut dan pertentangan adaq budaya dan bahasa, di mana Pakistan Barat yang sekarang berbahasa Urdu, sedang Pakistan Timur yang sekarang bernama Bangladesh, berbahasa Bengali, walau sama-sama penganut Islam dengan Pakistan. Irlandia, yang Katolik, sampai sekarang selalu mau melepaskan diri dari Inggeris yang Protestan walau mereka sama-sama berbudaya Anglo-Saxon.

Jadi jika di Sulbar, muncul beda persepsi tentang masalah-masalah adaq, budaya dn bahasa, hendaknya segera kita kembalikan lagi segera kepada Allah. Dan menyadari bahwa, sekalipun ada beda atau tidak antara orang Mandar, Mamuju atau Mamasa dalam masalah-masalah mendasar dan penting itu, hendaknya tetap disadari bahwa kita tetaplah sesama penganut Agama yang sama, Islam. Atau bagaimana meredam setiap pertentangan agama dengan pendekatan budaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar