Sebuah hadis Qudsi berkisah bahwa ketika Allah menciptakan dunia, gunung berguncang demikian hebatnya sehingga membuat para malaikat ngeri dan bertanya,’ ya Allah, apakah yang lebih hebat dari gunung? Dan Allah menjawab, besi. Lalu di jelaskan oleh Allah secara berurutan bahwa bahwa besi kalah olah api, api takluk oleh air, air dipecundangi angin dan semua itu kalah hebat dengan ‘manusia yang bersedekah dengan ikhlas dan diam-diam, sehingga jika tangan kanan memberi, tangan kirinya tidak akan tahu.
Pada tingkatan akhlak yang begitu tinggilah, manusia bisa dianggap akan memiliki sifat-sifat tuhan, sebagaimana itu dianjurkan ‘ takhallakum bi yakkhillah’. Tidak mudah memang untuk sampai pada taraf insannul karim demikian. Dibutuhkan kesiapan untuk terus melanglang di lorong sunyi. Ikhlas dalam beribadat dan beramal saleh, serta terus bermusyahadah, berkhalwat dan riadhah, berlatih lewat praktek-praktek tarekat atau jalan mistik tertentu. Namun sekali kita telah sampai pada tahaf makrifat dalam arti ‘ mengenal diri sekaligus mengenal Tuhan ‘ ( man arafa nafsahu fa qad arafa rabbahu) maka hidayah, maunah atau karomah terbuka untuk kita genggam. Terbuka kemungkinan kita menjadi miniatur sifat-sifat Tuhan seperti al Qadar, Hayyul, atau Ghofur. Dalam arti kita menjadi seorang mampu menetapkan nasib diri, keluarga dan lingkungan, menghidupkan agama dan silaturahim, dan memaafkan siapapun yang telah bersalah kepada kita.
Apakah ma'rifat itu? Sejatinya maknanya adalah pengetahuan, mengetahui dengan seyakin-yakinnya atau ‘haqqul yakin’. Sukarno dalam sebuah pidatonya, pernah membahas proses menjadi haqqul yakin itu. Ketika kita melihat asap yang membungbung di kejauhan , secara ilmul yakin kita meyakini bahwa di sana ada api. Setelah kita melihat api itu dengan mata kepala sendiri, sampailah kita pada taraf ainul yakin. Agar kita menjadi haqqul yakin, maka kita harus menyentuh api itu sendiri, jangan-jangan hanya ilusi belaka. jika terasa panas maka benarlah adanya api itu.
Dalam khasanah sufi dikatakan bahwa ma'rifat itu adalah mengenal Allah, mengenal zat, sifat dan asma-Nya. Sempat menjadi perdebatan diantara ahli filsafat, agama atau ikhwanul safa. Apakah ma’rifat itu bisa dicapai dengan ilmu pengetahuan, atau dengan latihan, ataulkah ia berupa ilham, suatu Pemberian Tuhan yang sudah ada pada manusia, sebelum manusia itu diberi akal. Ada yang berpendapat tidak ada ma’rifat baru bagi manusia, kita hanya mengingat kembali ma’rifat yang dianugrahkan Tuhan kepada manusia di alan misal, alam sebelum lahir, di hari alastu. Plato berkata ‘ ilmu atau ma’rifat itu diingat, jahil itu kelupaan’ . sedangkan Socrates mengatakan ada tiga jalan menuju ma’rifat, pertama menenangkan ihwal, kedua mempersatukan pandangan akal, dan ketiga ilham yang tumbuh dari dalam hati, dari manusia sendiri.
Ahli Sunnah berpendapat bahwa jalan untuk ma’rifat adalah dengan mengetahui dan memegang sungguh-sungguh Qur’an dan Hadis. Sedangkan kalangan sufi mengatakan bahwa tiap jiwa yang bersih akan dapat mencapai makrifatullah. Mereka membagi ilmu ma’rifat dalam dua bagian, Ilmu Adna, yang dapat dipelajari dengan usaha, membaca dan belajar, yang lain disebut Ilmu laduni dari al Ghazali, yaitu ilmu yang berasal dari Tuhan. Allah berfirman “ Maka kami berikan kepadanya ilmu itu dari dekat kami,” Para sufi menerangkan bahwa ilmu itu adalah anugrah Tuhan, percikan cahaya Tuhan yang ditentukan kepada siapa-siapa yang akan diberikan-Nya., merupakan ilmu yang tak dapat dipelajari oleh manusia dengan usaha.
Tapi manusia bisa ma’rifat dengan jalan membuka diri, berserah dan bersiap pasrah dan pasif, sembari berusaha meniru atau mempraktekkan sifat-sifat Allah, dengan membersihkan batin dan senantiasa bersikap ikhlas dan istiqomah dalam akidah, ibadah dan amal shaleh. Al Bayumi mengatakan bahwa roh yang kasar tidak akan mencapai apa yang dapat dicapai oleh roh yang sudah suci atau bersih. Makanya di Mandar Imam Lapeo mengajarkan dan mempraktekkan jalan ke ma’rifat dengan tahapan-tahapan Takhalli, yaitu membersihkan diri dari segala sifat-sifat dan perangai yang kasar dan kotor, Tahalli, mengisi dengan batin dengan sifat-sifat dan cara hidup yang suci dan murni, lalu akan sampai pada Tajalli di mana akan tampak nyata segala yang gaib, serta rahasia-rahasia Tuhan.
Nah, orang Mandar yang telah ma’rifat serta faham akan rahasia dirinya dan rahasia-rahasia Tuhan atau sirr Allah, akan punya sifat-sifat mulia, bersih hati, selalu merendah di tengah manusia lain, tidak sombong, tidak menonjolkan diri. Jangankan perbuatn jahat, bahkan perbutan baiknya pun akan membuatnya malu jika diketahui orang lain, itulah ‘Siri’ yang sebenarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar