Rabu, 08 Juli 2015

AL QUR'AN DAN JIWA YANG BERSERAH

Konon jumlah penghafal Al Qur’an di Indonesia adalah yang terbesar di dunia,menurut catatan terakhir sekitar 30.000 orang. Lihat saja kemampuan para dai cilik yang ikutan lomba ceramah di televisi, rata-rata punya kemampuan menghafal Qur’an atau hadis yang tinggi. Begitu pun tingkat pemuda atau remaja, tampak jelas hafalan dan penghayatan Al Qur’an mereka yang mumpuni. Ada anak yang baru berusia lima tahun sudah hafal 29 juz, ini adalah salah satu bukti kemukjizatan Al Qur’an dimana dengan mudah menembus hati dan membimbing jiwa insan yang mencintainya, hingga mudah menghafal, dan melafazkannya dengan baik walau belum sepenuhnya mengerti isi dan makna-makna yang terkandung di dalamnya. Fenomena luar biasa tersebut dapat dikatakan sebagai petunjuk atau hidayah Allah Swt. Maka benarlah firman Allah dalam al Hijr ayat 9 yang berbunyi, “ Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami tetap memeliharanya”.

Al Qur’an berbicara ke hati manusia dengan seabreg rahasia yang tidak kita ketahui kecuali Allah. Pokoknya dengan membaca dan mendengar Al Qur’an, peristiwa dan kejadian tak terduga akan dialami, dengat hidayah Allah, seorang kafir bisa beriman, orang jahat menjadi baik, orang kasar jadi lembut, yang pelit jadi dermawan, dan yang tidak tahu jadi tahu. Pokoknya akan terjadi suatu konversi berupa perpindahan agama dan pertobatan jiwa. Terjadinya transformasi jiwa yang kita tak tahu alur dan logikanya, bahkan bisa terjadi pada yang masih asing sekalipun pada Al Qur’an. Saya masih ingat kejadian di masa lalu, ketika Chicha Kuswoyo, penyanyi cilik yang dulu sangat terkenal itu menjadi muallaf karena telah mendengar Qur’an atau Azan yang berkumandang dari mushalla pada satu subuh. “ Alif Lamm Raa, Ini ( adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Terpuji.”

Menurut Al Faruqi, Qur’an atau bacaan yang diturunkan di malam Lailatul Qadr itu, memiliki gaya yang kuat, empatik dan tegas, serta halus dan peka. Pembacanya bisa merasakan seakan-akan tertimpa batu besar dan terguyur air segar. Inilah yang disebut ‘ husn al iqa’ atau nikmat terbukanya kesadaran. Berbisik bagaikan riak mata air, menggebu bagaikan banjir, atau melompat dan menerjang bagaikan kuda liar, iqa’nya selalu terasa dengan sempurna. Di bagian lain Al Faruqi menerangkan bahwa Al Qur’an memberi effek sublim yang mampu mentransformasikan diri pemersepsi. Presentasi tersebut mempengaruhi kesadaran sedemikian kuatnya sehingga penerima hanya bisa tunduk dan pasrah kepada kekuatan yang menggerakkan dan menentukan itu. Sebagai tanggapan terhadap sublimitas yang dipersepsi itu, orang hanya bisa berseru : Ini dia! Demikian ini seharusnya! Jika yang sublim itu diakui sebagai kalam Tuhan, maka tanggapan pemersepsi adalah sama dengan kalau berjumpa dengan realitas akhir, yaitu, Firman-Mu adalah kebenaran! Hanya Kau yang suci! Inilah tepatnya ungkapan dari seruan seorang Muslim. “ Shadaqa Allah Al’ Azhim!”, yang diserukan pada akhir setiap pembacaan Al Qur’an.

Banyak konversi di dan ke dalam Islam karena mendengar Al Qur’an. tipe konversi yang terjadi setelah tersentuh oleh alunan indah dan sublim dari Al Qur’an adalah tipe ‘Self Surrender ‘ atau perubahan secara drastis. Terjadinya mendadak, tanpa suatu proses perenungan dan kebimbangan yang berlangsung lama, menghentak jiwa, dan tiba-tiba saja seseorang jatuh serta menyerah secara total dan tanpa syarat. Ke dalam pelukan dan buaian Al Qur’an. Bahkan William James, tokoh pragmatisme Amerika mengakui adanya pengaruh petunjuk dari Yang Maha Kuasa itu. Tentang konversi agama secara umum, William James mengatakan, “ to be converted, to regenerated, to receive grace, to experience religion, to gain an assurance, are so many phrases which denote to the process, gradual or sudden, by which a self hither devide, and consciously right seperior and happy, in consequence of its firmer hold upon religious realities.”

Di jaman Rasulullah, di kota Mekkah setiap tahun diadakan pekan budaya, yang populer adalah festifal budaya di Sauq Ukadh dan Dzul Majaz. Seorang pemimpin, penyair, sastrawan dan budayawan terkenal dan disegani dari kabilah Daus, Thufail bin Amru Ad-Dauiy, yang selalu ambil bagian dalam pesta budaya tersebut, mendengar tentang kehebatan pengaruh Rasulullah yang berdakwah dengan Al Qur’an. Ia penasaran ingin mendengar Al Qur’an secara langsung, bukan untuk mengimaninya, tapi mau membuat telaah dan penelitian terhada bacaan yang mulia tersebut yang telah mempengaruhi jiwa publik. Niatnya itu tentu saja dihalangi oleh para elite Qurais yang khawatir kalau-kalau Thufail terbius juga oleh Al Quran. Mereka menganjurkan agar Thufail cuek saja dan ngga usah perduli sama kepopuleran serta sepak terjang Muhammad yang dituduh penyair majnun yang bisa menyihir orang.

Awalnya Thufail dapat menerima desakan tokoh-tokoh Qurais itu, mungkin juga sedikit percaya pada ghibah dan insinuasi mereka, jika datang ke Ka’bah, ia selalu menyumbat telingannya dengan kapas agar tak mendengar suara Al Qur’an. Namun suatu ketika tanpa sengaja Thufail mendengar Rasulullah membaca beberapa ayat Al Qur’an dalam shalat berjamaah dengan para sahabatnya. Secara samar-samar Thufail mendengar suara Nabi SAW, dia berusaha menghindar tapi tidak bisa mengelak dari suara tersebut, jiwanya terlanjur tertarik dan bakat sastranya sudah luluh dalam pengaruh Al Qur’an, dia tidak sanggup melawannya, dan suara Al Qur’an itu seperti menembus hatinya dan tidak mampu lagi melepaskannya.

Thufail berkata dalam hati “ Celaka benar saya ini saya ini seorang penyair yang terpelajar, yang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk , mana yang benar dan mana yang salah. Mengapa saya harus menjauhi suara indah dan menarik seperti suara yang berasal dari Muhammad ini. Kalau itu memang baik, saya akan menerimanya, dan kalau itu jelek saya akan menolaknya.” Kemudian dengan hati yang mantap Thufail menemui Nabi Muhammad. Lalu dibacakan oleh Rasulullah beberapa ayat Al Qur’an serta beberapa prinsip-prinsip ajaran Islam. Dan pada saat itu juga Thufail menyatakan beriman dan masuk Islam dengan membaca dua kalimat sahadat. Karena kemuliaan Al Qur’an, Thufail betul-betul telah mengalami ‘self surrender’ atau menjadi orang yang berserah diri.
‘’ Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab ( Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri.” ( an-Nahl ayat 89).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar