Minggu, 05 Januari 2014

ELPIJI

Seorang pemilik warung tegal ( warteg ) yang sering saya datangi untuk makan dan ngopi di pagi hari mengeluh, selalu menarik nafas panjang, matanya memandang kosong ke depan. Katanya harga elpiji 12 kilo sudah naik hampir dua kali lipat, dari 78 ribu menjadi 130 ribu ke atas. Konon ada yang menjual sampai 170 ribu. Akibatnya, beras yang tadinya 441 ribu perkarung jadi 445 ribu. Telor dari 15 ribu menjadi 20 ribu sekilo tambahnya. Untuk menaikkan harga jual makanan dan minuman dia tidak berani karena selama ini harga yang ada sudah dianggap tinggi dan telah menyepikan wartegnya yang tadinya rame. Fenomena apa ini? Ya fenomena perampokan diam-diam oleh pertamina terhadap kesejahteraan warga.
Padahal menurut seorang anggota DPR dari partai penguasa, pertamina secara keseluruhan beroleh profit 30 trilyun rupiah. Lalu mengapa diberitakan bahwa projek elpiji merugi 7,7 trilyun?. Dan atas dasar apa pertamina menaikkan harga jual elpiji sampai 68 persen, padahal pertamina adalah badan usaha milik Negara yang mestinya bertugas untuk mengamalkan dan menjalankan pasal 33 UUD 45. Seberapa besar pengaruh para pemegang saham yang punya peran dan inisiatif dibalik kenaikan elpiji yang meroket itu.
Ternyata kita memang belum siap untuk proyek konversi energy dari minyak tanah ke gas, karena nyatanya kita masih mengimpor sekitar 70 persen bahan untuk elpiji. Kalau begitu, ya kita masih tersandera oleh fluktuasi harga gas dan minyak dunia. Dan proyek elpiji hanya ajang bisnis dan lahan bancakan para petinggi pertamina dan pemerintah. Bukankah ketua SKK migas yang ada dipenjara sekarang jadi bukti paling valid tentang adanya indikasi permainan itu? Jangan dong bilang bahwa kandungan gas di bumi nusantara itu melimpah, bahkan siap diimpor sebagian besar ke China guna pemasukan devisa. Keep the boss impormed. Misimformasi atau disimformasi kepada masyarakat maupun ke boss, hanya membuat runyam dan penyesalan.
Ketidak siapan kita bukan saja dalam hal managemen perminyakan, tapi juga pada tidak adanya kesungguhan dan kerja keras untuk mau jadi penambang sejati yang tidak tergantung pada kemampuan dan sdm asing. Kita tidak mau bercape-cape dan bersusah payah melakukan eksplorasi dan menunggu dengan sabar muncratnya minyak dari perut bumi seperti yang digambarkan dalam film The Giant yang dibintangi oleh James Dean. Ia kegirangan setelah sukses mendulang minyak hasil kerja keras yang gigih dan tekun selama bertahun-tahun.
Hasil tambang bagi kita hanyalah sebuah keajaiban yang bisa muncrat sendiri dari tanah tanpa bersusah payah dan dianggap sebagai karunia Tuhan yang bisa didulang kapanpun, bak terbangnya ikan dari dalam laut di kolam susu. Kita hanya perlu kail dan jala kata Koes Plus. Kita tidak pernah mau tahu dan menjelaskan kepublik bahwa proses menambang adalah proses yang panjang dan tak main-main.
Caltex telah melakukan eksplorasi mencari cebakan minyak di bumi dan laut Nusantara sejak tahun 1924. Konon barulah 28 tahun kemudian, di tahun 1952 Caltex bisa menuai hasil dan mulai beroperasi. Freeport Indonesia baru pada tahun 1971 beroperasi dan menghasilkan setelah ditemukannya tambang tembaga Erstberg di Timika oleh Jean Jacques Dozy pada 1936. Kita mana mau melakukan hal-hal tersebut, kita hanya jago memperpanjang kontrak karya atau production sharing dengan perusahaan-perusahhan asing tersebut. Lalu bersikap seperti raja Midas yang berharap semua itu memperbanyak pundi-pundi uang dan emas. Raja midas yang berharap semua yang disentuh jadi emas juga akhirnya menderita ketika harus menyentuh putrinya yang sakit keras bukan? Easy come, easy go.
Saya takkan terlalu gegabah untuk mengatakan bahwa naiknya harga elpiji adalah rekayasa politik untuk sebuah proyek pencitraan walau indikasi kearah sana memang nyata membayang. Kita hanya berdoa semoga himbauan bapak Presiden untuk meninjau ulang kenaikan harga elpiji itu tulus dan didengar oleh petinggi dan pemegang saham Pertamina tbk untuk segera menurunkan lagi harga jual elpiji , sebab resiko sosialnya memang tinggi, susah ditanggulangi jika sudah berekskalasi. dan bisa memperparah tahun politik yang sejatinya sudah meradang ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar