Jika melihat dan memperhatikan wajah-wajah pembunuh sadis di dunia nyata dan yang digambarkan dalam film-film action maka rasanya sukar untuk menepis kebenaran teori Lombroso yang secara umum mengatakan bahwa wajah penjahat rata-rata not good looking and proporsional. Ia yang melakukan penelitian pada 383 tengkorak penjahat telah mencatat persentase frekwensi suatu daftar yang amat banyak tentang ketidak biasaan dalam gigi, kekuatan tengkorak, bentuk dahi dsb. Lalu menemukan persamaan struktur wajah dan tengkorak para penjahat dengan manusia pra sejarah yang primitive dan biadab ( teori atavisme). Lombroso juga melakukan penyelidikan antropometri dan ilmu firasat terhadap 5907 penjahat dan menemukan fakta bahwa penjahat kurang peka terhadap rasa sakit dan terhadap tindakan untuk menyakiti orang lain.
Setidaknya itulah ciri-ciri fisik dan kejiwaan yang saya lihat pada sosok Ahmad Imam alias Hafis yang bersama Assifa Rahmadhani telah membunuh Ade Sara Angelina dengan cara menyetrum dan menyiksanya selama dua jam. Saya memandang ini sebagai perbuatan sadis dan sangat kejam, seolah hafis telah terkuras sama sekali rasa kemanusiaan dan belas kasihannya melihat anak manusia yang disiksanya, apalagi korban adalah mantan kekasihnya. Hafis seperti menikmati dan mendapat kepuasan dari perbuatan kejinya itu. Juga sangat berdarah dingin dengan membuang mayat mantan kekasihnya itu di kolong jembatan tol lalu menjual HPnya seharga 4 juta. Peristiwa ini adalah sesuatu yang langka terjadi di Indonesia dan oleh kalangan remaja dan pemuda. Pembunuhan oleh Hafiz ini setingkat kekejiannya dengan rangkaian pembunuhan yang dilakukan oleh Robot Gedeg, Sumanto atau di Jagal dari Jombang, Very Idham Henyansah alias Ryan.
Belum lama memang terjadi pembacokan oleh seorang remaja terhadap remaja lainnya karena cemburu, tapi itu dilakukan dengan spontan dan dilandasi oleh emosi yang meluap tanpa pretensi untuk menyiksa. Dan banyak lagi prilaku remaja yang melakukan kekerasan secara sendiri atau bersama gangnya ( gang motor). Tapi itu masih bisa diterima oleh akal sehat dan dijelaskan oleh nalar biasa. Bisa ditelusuri dan muncul dari problem struktur kelas, cultural change dan role-playing sepeti yang diteorikan Cohen, Block Niererchaffer Miller. Cohen menyatakan “ middle class male delinquency” sebagai akibat dari kegelisahan ( anxiety) para pemuda yang menanjak dewasa berhubungan dengan peran kejantanannya ( masculine role). Teori ini diperluas oleh Cloward dan Ohin yang mendeskripsikan ‘delinquent subculture’ sebagai bagian dari social struktur dimana sosialisasi lower class tidaklah mempersiapkan para remaja untuk melaksanakan ( perform) sesuai dengan kebutuhan ( requirements) dan harapan ( expectation ) institusi middle class. Seperti sekolah dan akibatnya para pemuda lower class menderita apa yang disebut ‘ status deprivation’ dan harga diri yang rendah ( low estimate of self). Maka bermunculanlah perilaku-prilaku destruktif dan liar remaja di mana-mana yang semua dilakukan untuk menunjukkan eksistensi dan mendapatkan pengakuan.
Namun fenomena kriminalitas memang sukar didefinisikan secara pasti dan ajeg. Dan causanya pun sangat jalin-jalin menjalin secara interaksionis antar aspek-aspek sosial, budaya, lingkungan, hukum, ekonomi, keteladanan orang tua dan para pejabat. Untuk mengurangi prekwensi kejahatan dan membuat penangnggulangannya yang efektif, maka kerja sama semua pihak di masyarakat sangat mendesak. Bukan waktunya lagi untuk saling mencari kambing hitam dan membuat teori-teori aneh dan tak aplikatif. Keadaan sudah begitu kritis dan darurat sekali. Kita nyaris mengalami apa yang disebut ‘ the lost generation’ . tambah lagi perilaku pejabat yang seperti masa bodo pada nasib bangsa khususnya generasi muda. kecuali memikirkan kejayaan diri sendiri. Pendidik juga demikian, belum lama seorang guru memartil mati suaminya. Sekarang ini mendesak sebuah konsepsi terpadu pencegahan dan penanggulangan kenakalan remaja ( delinquent behavior ) yang sudah masuk kategori kejahatan berat dengan melibatkan semua pemangku kepentingan di negri tercinta ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar