Selasa, 27 Mei 2014

SEJARAH


Spritualisme Sejarah

Bagaimana sejarah bergerak, berubah dan bertransformasi, ditentukan oleh banyak factor. Ada suatu masa ketika sejarah ditafsirkan sebagai melulu manifestasi dari kehendak Tuhan, iradat ilahi, atau rencana dari langit. Banyak orang mencari kunci sejarah dalam berlakunya ketentuan Yang Maha Kuasa, dan memandang bentuk perkembangan manusia sebagai satu bagian saja dari pembeberan rencana Tuhan dengan seluruh alam semesta. Jadi di sini ada aspek spritulisme atau moral dalam jejak sejarah, yang bertentangan dengan interpretasi materialism Karl Marx terhadap sejarah. Mungkin kita bisa membuat istilah baru terhadap fenomena moral dalam pembentukan sejarah, yakni,’ Historisch Spritualisme”

Ada juga yang melihat sejarah sebagai hasil tindakan para pahlawan, seperti yang diteorikan oleh Thomas Carlyle. Ia mengatakan.” History of the world is the biography of the great man.” Dan bagi Carlyle, pahlawan atau manusia besar yang sejati adalah Muhammad. Namun kendati Carlyle melihat sejarah bergerak pada diri manusia besar Muhammad Saw, saya melihatnya sebagai bagian dari rencana Tuhan juga, karena adanya faktor tarbiyah Allah terhadap Rasulullah. Terkait dengan itu, Carlyle menulis” Pandangan yang kokoh, pemikiran-pemikiran yang lurus, kecerdasan, kecermatan, dan pengetahuannya akan kemaslahatan umum, merupakan bukti-bukti nyata kepandaiannya. Kebutahurufannya justru memberikan nilai positif yang sangat mengagumkan. Ia tidak pernah menukil pandangan orang lain, dan ia tak pernah memperoleh setetes pun informasi dari selainnya. Allah-lah yang telah mencurahkan pengetahuan dan hikmah kepada manusia agung ini. Sejak-sejak hari-hari pertamanya, ia sudah dikenal sebagai seorang pemuda yang cerdas, terpercaya dan jujur. Tak akan keluar dari mulutnya suatu ucapan kecuali memberikan manfaat dan hikmah yang amat luas.”

Materialisme Sejarah

Banyak yang menganalisa bahwa sejarah bergerak di atas ide-ide dan gagasan. Namun tak ada yang telah memberi bekas yang paling nyata dan pasti dalam sejarah, selain dari permasalahan ekonomi. Karl Marx adalah yang pertama mengatakan bahwa “ bukan kesadaran yang menentukan keadaan, tapi keadaanlah yang menentukan kesadaran manusia” Produksi barang dan jasa yang membantu manusia dalam hidupnya, dan pertukaran barang-barang dan jasa adalah dasar dari segala proses dan lembaga-lembag sosial. Ekonomi adalah factor utama untuk membangun ‘superstruktur kebudayaan, hukum, dan pemerintahan; diperkuat oleh ideology-ideologi politik, sosial, agama, atau kesusastraan. Dengan bahasa lain, bahwa sejarah adalah hasil dari pergulatan materialisme belaka, dan tak ada aspek moral atau spiritual di dalamnya ( historisch materialism ). Dan bukti pergerakan materialism sejarah, terdapat dalam sejarah dan sepak terjang dua tokoh sejarah di bawah ini.

Dalam buku ‘ Di Bawah Bendera Revolusi’ Sukarno menulis, “ Kita bergerak karena kesengsaraan kita, kita bergerak karena ingin hidup yang lebih layak dan sempurna. Kita bergerak tidak karena ‘ideal’ sahaja, kita bergerak karena ingin cukup makanan,ingin cukup pakaian, ingin cukup tanah, ingin cukup perumahan, ingin cukup pendidikan, ingin cukup minimum seni dan cultur,- pendek kata kita bergerak karena ingin perbaikan nasib didalam segala bagian dan cabang-cabangnya,”

Sukarno mewakili jamannya dan menjadi juru bicara kemiskinan yang merebak di seantero dunia akibat stelsel ekonomi yang monopolisitik dari kaum kapitalis-liberal. Sejarah yang coba digerakkan diatas penderitaan kaum marhaen dengan massa aksi dan non cooperative di tahun 1933 itu, sejatinya adalah luka yang telah menghujam dijantung kaum liberal sendiri, yaitu tikaman kaum buruh dan pekerja yang bergerak secara radikal komunistik dan moderat socialistik. Sebelumnya di Inggris, tahun 1908, pemimpin kaum konservatif Inggris yang kemudian menjadi Perdana Menteri, Winston Churchill telah mengatakan,” Socialism seeks to pull down wealth; liberalism seeks to raise up poverty. Socialism would destroy private interest; Liberalism would preserve private interest in the only way in wich they can be safely and justly preserved, namely, by reconciling them wich public right….

Namun penentangan Churchill yang tegas pada sistem kapitalisme tidak serta merta membuatnya berada dalam barisan kaum sosialis radikal atau komunis. Bahkan dalam sebuah pidatonya di tahun 1919 ia menampakkan ketidaksenangannya pada kaum bolshevik pimpinan Lenin yang baru saja memenangkan revolusi komunis tahun 1917, tentang kaum bolsheviik komunis, Churchill menulis, ” Bolshevism is not a policy; it is a disease. It is not a creed; it is a pestilence…It breaks out with great suddenness; it is violence contagious; it throws people into a frenzy of excitement; it spreads with extraordinary rapidly; the mortality is terrible….bolshevism is a great evil, but it has arisen out of great social evils.”

Seandainya Churchill hidup di masa Charless Dickens yang menyaksikan semua ekses buruk sifat serakah manusia pencinta uang, maka mungkin ia akan bersikap serupa Sukarno yang revolusioner. Sebenarnya sikap radikal Sukarno juga dibentuk oleh opini kaum intelektual Belanda. Dalam artikel ‘ Mencapai Indonesia Merdeka’ Sukarno menulis “ Kita tidak hairan, kalau Dr. Huender berkata, bahwa Marhaen adalah rakyat ‘ minimum-lijdster’, yaitu rakyat yang sudah begitu keliwat melaratnya, sehingga kalau umpamanya dikurangi lagi sedikit sahaja bekal hidupnya, niscaya ia jatuh samasekali, maut samasekali, binasa samasekali!...Dan Dr. Huender-pun tidak berdiri sendiri; puluhan orang bangsa Belanda lain yang juga berpendapat demikian; puluhan orang bangsa Belanda lain yang juga mengakui bahwa marhaen adalah papa sengsara…” tentu termasuk dalam sinyalemen Sukarno adalah Multatuli alias Douwes Dekker.

Sukarno dalam tulisan dan pidatonya, sebagaimana yang telah kita tahu, banyak mengutip Ernest Renan, Otto Bauer, Karl Marx, Dalton dan Garibaldi. Dari Otto Bauer, Sukarno mengutip tentang nasionalisme atau kebangsaan, “ Bangsa itu adalah satu suatu persatuan perangai yang terjadi dari persatuan hal-ichwal yang telah dijalani oleh rakyat itu,”

“All wisdom is not new wisdom” Sukarno dan Churchill sama-sama punya kesukaan membaca dan menjelajah sejarah. Dan keduanya sama-sama mengagumi Giuseppe Garibaldi yang bergelar ‘ Pahlawan dua dunia” Eropa dan Amerika Selatan. Mereka gemar mengquoted dari sumber klasik, dan mengaplikasikannya di jaman mereka berjaya. Ketika Churchill dilantik menjadi Perdana Menteri di tahun 1940, dalam pidatonya ia berkata,” I have nothing to offer you but blood, toil, tears and sweat…” sejatinya ungkapan itu adalah dari Garibaldi.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar