KALLOAJA’ SIBALI ULO SABA
Diang setto lappo diang jalling poong kaju kaiyang tuo. Diangmo tomo sambadang kalloaja’ menserang ampe’ mentallo’ jaling di robo’na itte poong kaju kaiyang. Jaung di allungna itte poong kaju diang tampo membungku-bungkung. Iamo naengei toia sambadang ulo saba kaiyang membalongko. Ianna allo bomo inne kalloaja’ lumampamo mangalalle kandena. Tente toia inne ulo: allo-allo dai’ di lolo kaju mangalalle tallo’na nakande.
Narang narumpa’ tallo’na kalloaja’, nakande, napepurai. Tappana su’be kalloaja’ di serangna, nakitamo pa’da pissang tallo’na. Ulo kaiyang kaledo narumpa’ jao mengkolung
Di tentenamo itte ampele’ masaramo nyamana kalloaja’. Nanama-nanamo melo’na napesirumpa’i sammuanena lapopulando’. “Umbatente akkalangku’ mala kupatei itte lapongulo?” Nakuamo pulando’ “ E, sammuaneku’!...diang ittu di lau; diangngatang bainena maradika si mata naung di lelo’ modiu-diusang. Ianna na mendiusmo, nalosui nasang ampana care-care di kalaena’ siola poreba mala’bina ampele’ napantuung di baona care-carena, mane naung modiu-diusang. Ampuna’ tentemo itte, penri’ba’ moko mako, ampele’ musangke masiga tombi mottiana, mane mubaba mako mulammeang di patungna balongko’na ulo.”
U’de ittu masae su’be pissangmo todapa’ mallusu itte kalloaja’, apa’ melo’na itte tombi mottia. Nakitamo itte tombi mottia nalammeang naung di balongkona ulo. Nabongkarmo itte balongko, marumpa’mo ulo kaiyang jaling. Manassa napatei injolo’ ulo, mane’ mala naala tombi motia.
Terjemahan dan tafsir bebas
Di sebuah hutan pada sebuah pohon besar tinggallah seekor burung gagak. Jika burung pergi mencari makan, maka datanglah ular sawah memakan semua telur-telurnya. Hal ini terus berlangsung hingga burung gagak kesal dan punya niat membunuh si ular sawah, untuk itu ia minta bantuan sahabatnya, Pelanduk. Oleh pelanduk ia diberi saran untuk mencuri mutiara istri raja jika sedang mandi-mandi di sungai. “Lalu terbangkan dan jatuhkan ke lubang tempat ular sawah bersarang.” Begitu nasehat si pelanduk.
Akhirnya dengan cara memfinah itu si ular sawah bisa dibunuh penduduk dan kalung mutiara istri raja bisa kembali.
Tokoh sentral dalam cerita rakyat Mamuju ini adalah Pelanduk. Dialah yang mengatur rencana pembunuhan dengan cara memfitnah terhadap ular sawah. Masalah burung gagak dan kerakusan ular sawah hanyalah latar untuk menonjolkan karakter sebuah kepemimpinan yang dimiliki pelanduk yang bisa dikatakan sebuah metafora atau ikon kepemimpinan manusia yang kadang split personalitynya serta sering berwatak dasa muka. Cerita binatang yang seperti bisa bepikir dan berperasaan memang dimaksudkan untuk menyindir atau adalah kiasan terhadap sikap dan perbuatan manusia. .
Cerita binatang ada di mana-mana di dunia ini karna bersifat universal. Di India dikenal kumpulan cerita binatang, Jataka, Panca Tantra, Katha Sarit Sagara, Baidaba atau Bidpai. Kisah inilah yang disadur ke dalam bahasa Arab dengan gaya yang lebih menarik “ Khalilah wa Dimmah” oleh pengarang muslim Ibnu Muqaffa. Dalam Khalilah wa Dimmah, tokoh utama adalah seekor Srigala yang cerdik dan pandai melakukan intrik-intrik politik. Siasatnya selalu kena pada sasaran. Senjata utamanya dalam menaklukkan lawan politiknya adalah ‘ Fitnah’. Apakah cerita rakyat Mamuju di atas terinspirasi oleh Khalilah wa Dimmah, kita tidak tahu persis, yang jelas bagi kita adalah bahwa Kancil atau Pelanduk merupakan tokoh utama dalam cerita binatang atau Beast Epic di Indonesia.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dr. Edward Jamaris yang dituangkan dalam buku “ Menggali Khasanah Sastra Melayu Klasik”, Kancil atau Pelanduk dalam cerita binatang mempunyai empat peranan utama, yaitu:
1. Berlaku sebagai hakim yang mengadili perkara, persengketaan di antara binatang lain;
2. Berlaku sebagai penipu yang licik dan jahat. mungkin termasuk dengan suka memfitnah untuk menyingkirkan atau membunuh binatang lain yang dianggap musuh dan jahat;
3. Berlaku sebagai binatang yang sombong, sehingga kalah bertanding dengan bintang yang lebih kecil dan lemah, seperti dalam cerita Lomba lari Kancil dengan Kura-Kura;
4. Berlaku sebagai penguasa seluruh binatang dan menyebut dirinya Syach Alam di Rimba.
Menurut Aristoteless, manusia adalah binatang yang berpolitik. Mungkin dia terinspirasi oleh fable yang ditulis oleh Aesopos yang ditulis oleh Archilochos kira-kira tahun 650 Sebelum Masehi. Jika melihat prilaku dan moralitas ganda yang ada pada banyak politisi masa kini, bukan mustahil jika mereka juga telah banyak membaca kisah-kisah Pelanduk dan terinspirasi olehnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar