Barangkali musibah udara yang terbesar di negeri tercinta ini setelah hilangnya pesawat Adam Air di perairan Teluk Mandar adalah jatuhnya pesawat AirAsia di lepas pantai Pangkalan Bun di penghujung tahun 2014. Kami turut berbelasungkawa bagi semua yang telah mengorbankan nyawanya di sana. Namun setiap musibah pasti ada hikmahnya atau “ blessing in disguise”. Orang-orang tak berdosa yang meregang nyawa itu sejatinya adalah para pahlawan udara yang akhirnya akan membebaskan wilayah udara kita dari gergasi kepandiran dan keserakahan. Setiap yang bernama Kemerdekaan mesti mendatangkan korban sebagai syuhada yang membuka tabir gelap keterkungkungan. Demi kemerdekaan bangsa bukankah ribuan kesuma bangsa telah rela dan ikhlas menyonsong maut dan mempertaruhkan segalanya. Dan kini demi kebebasan dan keselamatan penerbangan udara untuk selamanya, sebagian anak bangsa ; pilot, pramugari dan penumpang pesawat Airasia ZQ 8501 telah kehilangan segalanya demi kedaulatan di udara dari belenggu tarif murah, kesemrawutan izin, KKN, serta penguasaan lalu lintas atau navigasi udara kita oleh bangsa asing.
Para ahli penerbangan telah menyimpulkan bahwa terdapat korelasi positif antara tarif murah dengan keselamatan penerbangan. Hal ini tak perlu diperdebatkan dan diteliti lebih lanjut sebab ada mengandung kebenaran. Prilaku kejar setoran Lion Air beberapa waktu lalu pastilah penyebab banyak pesawatnya yang tergelincir atau kena musibah. Dengan tarif murah dan biaya keberangkatan yang seadanya mana bisa diharap akan ada perhatian yang memadai pada keselamatan penumpang, untuk konsumsi yang lumayan pun minim. Upaya menyediakan perlengkapan terbang termasuk urusan safety-nya tentu juga terbengkalai. Dan tentu saja kursi yang bisa terlontar sendiri manakala perlu tak terbeli. Apalagi akan memasang teknologi anti goncangan oleh semacam angin cumulonimbus yang ganas. Pokoknya biaya terbang itu tidak murah kan? Paling tidak harus ada antisipasi dan mitigasi bencana yang lebih mantap dan akurat katimbang sistem transfortasi lain, karena memang ada pameo “ biar make seribu helm di kepala, kalau pesawat jatuh ya tipis sekali harapan selamat”
Semua maskapai penerbangan pastilah menyadari resiko tarif murah, tapi pertimbangan untung rugi dalam aroma persaingan bebas yang ketat dan keras rupanya lebih mengemuka. Rezim pasar bebas memang tak kenal ampun. Beberapa maskapai telah mati mendadak, seperti Batavia Air atau mungkin Adam Air. Tapi lebih banyak masih bertahan dalam arena pertarungan tak kenal ampun itu, seperti Mandala, Merpati, Sriwijaya Air dan tentu saja AirAsia. Sistem dumping rupanya merambat cepat kebisnis yang sangat riskan itu, bukan saja dalam jual beli beras, pakaian, makanan-minuman serta industri lainnya. Akibatnya merembet pada manipulasi izin terbang yang kini terindikasi menimpa pesawat AirAsia yang na’as itu.
Dalam hal ilegal izin terbang itu, Menteri Perhubungan Ignatius Jonan mengatakan, “ Kami telah meminta keterangan beberapa pihak yang mengeluarkan izin terbang AirAsia itu, termasuk internal Kemenhub. Saya menyatakan itu izin ilegal karena tak pernah ada persetujuan dari Kemenhub. Saya menduga hal seperti itu juga dilakukan maskapai lain.” Dan sekarang rute penerbangan AirAsia Singapore-Jakarta itu dibekukan untuk sementara. Rupanya di negri yang konon berbudaya tinggi ini nyaris semua sektor kehidupan direcoki oleh hal yang bersifat ilegal. Dari mulai ilegal fishing, ilegal loging, sampai ilegal terbang.
Kotak hitam pesawat memang belum ditemukan tapi kotak Pandora telah mengeluarkan satu-demi masalah yang tersembunyi selama ini di dunia penerbangan, termasuk kenyataan bahwa sistem navigasi atau lalu-lintas penerbangan Indonesia bagian barat rupanya sejak 1996 dikuasai oleh Singapore. Masa untuk pesawat angkutan udara kita yang hendak terbang dari dari Jakarta ke Riau, atau Batam atau Natuna harus meminta izin pada pemerintah Singapore. Dan juga yang sangat merugikan adalah perjanjian kerja sama penerbangan udara antara Indonesia dan Singapore. Betapa tidak. Pesawat Indonesia hanya bisa memasuki satu-satunya bandara di Singapore tapi pesawat Singapore bisa masuk ke semua lapangan terbang internasional di Indonesia. Dari Medan, Jakarta, Surabaya, Samarinda sampai Makassar. Ini namanya pelanduk ngejebak dan ngibulin buaya.
Makanya jangan cuma Dewaruci yang digede-gedein ame di puja-puje, noh si Gatot Kaca nyang katanya jago terbang kumisnye dibaplangin lagi ame matenya dibikin terang biar kagak didurnain terus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar