Rabu, 27 Juli 2016

KUDETA TURKI, BRUTUS DAN MACBETH

Di bulan Juli ini dunia dikejutkan dengan kudeta militer di Turki terhadap pemerintahan Recep Tayyip Erdogan. Konon kudeta tersebut dipelopori oleh seorang ulama Turki yang bermukim di AS, Fethullah Gulen. Diberitakan juga bahwa kudeta tersebut merupakan pertarungan perebutan pengaruh dua kekuatan besar dunia, AS vs Rusia. Tapi kebenaran hal kudeta tersebut masih simpang siur, banyak isu dan spekulasi yang berkembang yang mendegradasi akurasi pemberitaan yang ada. Para Jendral pelaku kudeta pun ada yang membantah bahwa mereka disetir oleh Fethullah. Lantas apakah betul para pendukung kudeta banyak yang dibunuh, juga tlah disiksa dan diperkosa.

bagi saya yang menarik dari kudeta gagal itu adalah kemunculan nama-nama yang bisa dikategorikan sebagai Brutus-Brutus modern. Ya, para ahli, penulis kerap memasukkan para pelaku kudeta kedalam golongan pengkhianat ala Brutus, yang membunuh Julias Caesar yang mempercayainya sepenuh jiwa. Tapi saya cenderung mau memasukkan para pelaku kudeta sebagai para Macbeth. Mengapa? Karena sikap dan pernyataan mereka lebih menyerupai Macbeth katimbang Brutus. Dengar saja apa yang dikatakan Jenderal Mehmet Disli. Dalam pemerintahan dia membantah telah terlibat kudeta dan punya hubungan dengan Fethullah Gulen. “ Saya adalah korban, saya diancam akan dibunuh dan ditahan,” begitu katanya ketika ditahan dan diperiksa. Beliau ini adalah saudara Wakil Presiden, Saban Disli.

Sementara pelaku lain Ali Yazici, mantan ajudan Erdogan dan penasehat militernya, dengan lugunya mengaku salah telah mlakukan kudeta. Tentu saja semua Jenderal yang terlibat kudeta adalah putra bangsa terbaik tadinya dan merupakan andalan dan kepercayaan pemerintah. Tapi dalam sejarah dunia kita mengenal banyak tokoh yang jatuh karena ambisi kekuasaan yang kelewat, adanya pengaruh eksternal, dan bukan berangkat dari kesadaran yang kuat serta kokoh.

William Shakespeare telah menciptalkan banyak karya roman dan drama yang monumental. Banyak karakter dalam karya-karyanya telah menjadi icon bagi prilaku tertentu, misalnya dalam drama Hamlet, tersebutlah Hamlet yang mewakili orang peragu yang suka bimbang dalam mengambil keputusan penting. Padahal pamannya telah membunuh sang Raja, ayahnya, lalu mengawini ibunya dan merebut tahta kerajaan Denmark. Lantas siapa yang tak kenal kisah cinta Romeo dan Juliet, salah satu karya besar Shakespeare yang menjadi lambang bagi setiap percintaan yang abadi.

Terkait dengan politik kekuasaan, yang paling terkenal adalah karakter pengkhianat yang dinisbahkan pada Brutus. Setiap pelaku kudeta, pemberontak atau pengkhianat diberbagai waktu dan tempat akan selalu dihubungkan dengan Brutus, atau diberi julukan Brutus. Tak perduli apa motif dan bagaimana sikap dan tindak tanduk pelaku perebut kekuasaan yang ada. Bagi saya Brutus sejatinya adalah seorang pemberontak yang punya motif jelas dan keyakinan kuat. Tidak tepat jika ia dijadikan icon bagi para pengkhianat rendah dan pengecut, yang dengan curang serta brutal telah menghianati negara atau menghabisi pemimpinnya.

Motif Brutus jelas, dengan tangannya sendiri ia telah menikam Julius Caesar di Capitol secara terang-terangan. Kemudian berpidato di hadapan rakyat Roma yang marah perihal alasannya membunuh Caesar. Setelah itu dengan berani dengan sikap bijaksana memberi waktu bagi sahabat Caesar, Mark Antony untuk juga memberi pidato perpisahannya. Antara lain Brutus berkata dalam pidatonya setelah membunuh Caesar, “ ....if there are any here who love Caesar, remember this...I too love him! You may ask me why then I kill him...Yes I love him! But i did it because I loved Roma even more. ....Would you be happier if Caesar was alive and you were still slaves..now you are all free because h is dead!”

Di medan perang philppi pun Brutus tetap menolak disebut pengkhianat. Ketika seorang Jendral yang setia pada Caesar, Oktavius berteriak padanya dan bersumpah, “ My sword is out, I wont put it away until I’ve avenged great Caesar’s murder by these traitors.” Tuduhan yang ditujukan kepada Brutus dan pengkutnya karuan dibantah oleh Brutus yang balik berkata dan berteriak. “ We’re are not traitors!....the traitor was Caesar himself!”

Walau pada akhirnya Brutus dan tentaranya hancur di Philippi, namun kematiannya dengan jalan bunuh diri mengisyaratkan adanya martabat dan kehormatan di dalam dirirnya. Di masa itu mati bunuh diri dianggap sebagai hak asasi, dan orang yang bunuh diri akan mendapatkan kehormatan yang tinggi. Sejarah memang mencatat bahwa banyak senator Roma, selain Brutus yang memilih bunuh diri katimbang berada dibawah kediktatoran Julius Caesar, yang tidak konstitusional dan ditegakkan dengan kekuatan militer, diantaranya senator bernama Cato. Persis seperti para samurai dan serdadu di Jepang di perang dunia ke II yang menganggap ‘harakiri’ atau mati bunuh diri adalah sebuah norma yang tinggi, katimbang gagal dalam tugas atau jatuh ketangan musuh.

Sikap kesatria Brutus jelas jauh berbeda dengan Macbeth, tokoh dan karakter lain karangan Shakespeare. Dalam drama yang bertitel Macbeth , ia dikisahkan telah menjadi pahlawan bagi negrinya dengan mengalahkan serta mengusir para penyerang dari Norwegia. Oleh Raja Scotland, Duncan, ia diangkat menjadi Thane of Cawdor. Menggantikan Thane sebelumnya yang telah berkhianat, bekerja sama serta membantu para agressor. Dengan jabatan baru yang tinggi itu, maka secara otomatis Macbeth masuk dalam strata Thriumvirat bersama, Raja, Putra Mahkota dan dirinya. Artinya, jika raja mangkat atau mengundurkan diri maka putra mahkota, Malcolm yang akan naik tahta. Dan jika Malcolm pun mangkat maka Macbeth lah yang akan jadi Raja.

Tapi karakter Macbeth terlalu lembut untuk mendukung ambisinya menjadi raja. Dimana keinginan itu muncul ketika Raja Duncan mengumumkan secara resmi bahwa Malolm yang akan menggantikannya menjadi raja berikutnya. Sifat Macbeth yang agak lemah itu terbaca dari ungkapan istrinya yang berbicara pada diri sendiri, “ You’re Thane of Cawdor now...and you will be king. But you are to soft. You want to be king but you aren’t evil enough to get what you want...you’re afraid to do the evil things you’ll have to do....Come back quickly, so I can give you my evil strength and kill all that weakness which stops you from putting Duncan’s crown on your head!”

Begitulah kisahnya, berkat pengaruh, dorongan dan arahan Istrinya, akhirnya Macbeth bisa menjadi raja dengan jalan keji dan memfitnah, bak melempar batu sembunyi tangan. Karena ide istrinya yang jahat, duncan di tikam waktu tidur, sewaktu berkunjung ke istana Macbeth sebagai bukti raja mnghargai dan mempercayainya. Tapi ambisi kekuasaan tak mengenal apa dan siapa, sehingga tamu agung yang mestinya dilindungi pun harus dihabisi dengan cepat dan tepat. Kekejian Macbet menjadi-jadi ketika ia juga membunuh dua pelayan Raja dan memfitnah mereka sebagai pembunuh tuannya.

Dalam usahanya mempertahankan kekuasaannya yang direbut secara keji itu, Macbeth juga telah membunuh teman seperjuangannya, Banquo, yang punya andil besar dalam mengusir pasukan Norwegia karena kebaraniannya. Akhirnya Macbeth harus terima nasib dipancung kepalanya, setelah tentaranya lari terbirit-birit oleh serangan tentara Inggris yang datang bersama putra mahkota, Malcolm, yang waktu pembunuhan ayahnya lari menyelamatkan diri kemudian meminta bantuan raja Inggris.

Jadi sejatinya seorang bertipe Brutus adalah seorang yang punya keyakinan yang kuat dan idealisme. Tahu apa yang dilakukan demi menghindari bangsanya dari keterpurukan lebih dalam. Bukan tipe pengejar kekuasaan belaka yang menghalalkan segala cara demi tujuan dan ambisinya. Sedangkan tipe Macbeth adalah seorang yang hanya memimpikan kekuasaan dan tidak rela jika yang lain berada dipuncak walau mempunyai hak untuk itu. dan dia lebih dekat kepada kaum nihilis seperti ucapannya sendiri ketika semua yang dirancangnya terancam gagal, istrinya pun telah mati bunuh diri, dan tentara Inggris kian mendekat, “ Life’s nothing but a poor actor on a stage, who acts his little part and then is heard no more.....life is a tale told by an idiot, full of noise and action, but it means nothing at all!”

Nah, sekarang para pembacalah yang bisa menentukan , terutama yang punya banyak imformasi tentang kudeta militer di Turki dan meminati politik kekuasaan, apakah para pelaku kudeta di Turki itu termasuk kedalam kategori para Brutus ataukah para Macbeth.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar