Rabu, 13 November 2013

SELALU ADA PILIHAN

Belum lagi dipublikasikan, rencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menerbitkan buku yang berjudul “ Selalu Ada Pilihan” telah menuai kritik bahkan kecaman dari mana-mana. Padahal maksud SBY menulis buka tersebut adalah untuk menangkis serangan dan kabar-kabar buruk tentang diri dan keluarganya. Beliau lebih lanjut menjelaskan “ Anggapalah buku ini hak jawab saya terhadap gunjingan, kritik, cemooh bahkan fitnah yang saya alami selama memimpin lebih dari sembilan tahun ini”

Beberapa pihak telah memberi reaksi atas rencana presiden tersebut. Syarifudding Sudding, anggota DPR dari partai Hanura menilai buku yang akan diterbitkan SBY bertujuan untuk menarik hati masyarakat. Terlebih saat ini menjelang pemilu, “ Mungkin dalam bukunya SBY akan menceritakan dirinya dizalimi oleh lawan-lawan politiknya,” kilah Sudding. Sudding mengatakan, dirinya tidak sabar menunggu buku yang akan diterbitkan oleh SBY. Ia ingin melihat keberhasilan apa saja yang sudah ditorehkan oleh SBY versi SBY sendiri. Ia menambahkan bahwa seharusnya SBY focus pada mengurus rakyat karena beberapa bulan lagi akan lengser. Ia menyarankan agar buku tersebut dirilis setelah masa pemerintahannya.

Sementara Eva Kusuma Sundari, anggota DPR dari PDIP, meminta SBY lebih mendahulukan kepentingan publik katimbang mencurahkan isi hatinya. “ Meski memang itu hak beliau untuk meluncurkan buku berisi curhat,” katanya.

Tentu saja kritik dan tudingan itu dibantah oleh para fungsionaris Partai Demokrat. Melani Leimen Suharli justru mengapresiasi rencana bosnya tersebut. “Pak SBY sudah memiliki buku yang dituliskan oleh orang lain. Saya rasa kalau pak SBY yang menulis bukunya sendiri akan detail,” kata Melani. SBY, ujar Melani, pernah mengutarakan keinginannya menulis buku pada saat bertemu dengan para peserta Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat. Terkait tentang tudingan kalau buku tersebut hanya untuk pencitraan, Melani menampik hal itu.

Jika rencana penerbitan buku SBY tersebut dipandang dari kacamata politik dan pencitraan belaka, itu adalah wajar-wajar saja. Apalagi pemilu 2014 untuk memilih presiden dan pemerintahan baru kian dekat. Mereka juga tidak bisa lepas dari anggapan bahwa komentar-komentar mereka juga beraroma politik. semua harus dipandang sebagai keniscayaan di dunia politik. Sedang peminpin yang sukses saja akan selalu dicari-cari kelemahannya, apalagi yang dianggap tidak begitu berhasil dari kaca mata lawan politiknya.

Sukarno, Suharto, Megawati, Gus Dur, dan Habibie kita tahu, juga telah menjadi bulan-bulanan lawan politiknya di era masing-masing. Sedikit saja mereka berbuat, akan diserang, apalagi melakukan blunder politik. Tak ada pemimpin yang akan lepas dari cacat dan cela, apalagi akan jauh dari kritik dan cercaan lawan politiknya. Para presiden adalah orang yang berada di menara tinggi sebuah negara, maka wajar jika selalu diserang. Andai kata hanya pejabat eselon atau perwira menengah saja, maka mereka akan aman-aman saja dari serbuan badai, semakin tinggi pohon, akan semakin kencang ditiup angin. Orang tidak akan menendang orang yang berkedudukan di bawah.

Presiden dan pemimpin-pemimpin besar akan selalu menghadapi banyak kritik, karakter assasination, kecaman, dan cercaan.Thomas Jefferson, bapak demokrasi Amerika Serikat, ketika mencalonkan untuk menjadi presiden dicerca habis-habisan. Timothy Dwight, Rektor Yale University mengingatkan “ Kalau orang ini ( Jefferson ) terpilih sebagai presiden, maka istri dan anak-anak kita dapat menjadi korban pelacuran, tidak dihargai lagi, dan dinodai; kehilangan keutamaan; dibenci Tuhan dan manusi. Perlakuan terhadap presiden AS pertama, George Washington, lebih mengenaskan. Di sebuah koran, beliau digambarkn mau dipancung di sebuah guillotine, dan mata pisaunya sudah nyaris memotong kepalanya. Kerumunan orang digambarkan memaki dan mencercanya sewaktu ia berjaln di jalan-jalan raya.

Belum termasuk para presiden dan pemimpin yang ditembak dan dibunuh. Mereka adalah Abraham Lincoln, Mahatma Gandhi, Anwar Sadat, Saddam Husein, Khadafi, Park Chung he, dll. Jadi seorang presiden harus berani menghadapi skenario terburuk kehidupannya, justru karena kebesaran, kehebatan dan kepopulerannya. Mestinya SBY jangan lagi meradang dan melakukan apologia yang terlalu, terkait dengan kritik dan reaksi-reaksi publik atas apapun rencana dan tindakannya, karena itu justru akan jadi boomerang yang memang menyakitkan dan menyebalkan. Seorang pemimpin yang berjiwa besar akan menganggap setiap kritikan pedas terhadap dirinya. sebagai pujian yang tersembunyi dan mestinya bersikap anjing menggonggong kafilah berlalu.

Jika buku yang akan diterbitkan dianggap baik dan mamfaat bagi masyarakat dan generasi berikutnya, ya, diterbitkan saja. Kita harus melihat dan membaca upaya SBY membuat buku sebagai dorongan untuk mengembangkan budaya baca dan menulis buku. Mungkin orang yang mengkritik atau mengecam buku SBY, bukan dari kalangan yang cinta buku, dan menganggap sebuah buku hanya kesia-siaan dan kemubaziran dalam konteks kenegaraan dan kebangsaan. Bagi pencinta buku dan sastra, sekecil apapun nilai literer karya seseorang presiden atau siapapun yang berupa buku, lagu atau puisi, akan tetap dihargai sebagai suatu perayaan pada kemanusiaan dan perdaban.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar