Jumat, 23 Mei 2014

SDA DAN KORUPSI DI KEMENAG


Dijadikannya Surya Darma Ali (SDA) sebagai tersangka korupsi oleh KPK kemaren, 22 Mei, harus dinilai dan dilihat secara proporsional. Apakah SDA korupsi karena Islamnya sekaligus sebagai ketua partai berbasis massa Islam, atau sebagai pejabat tinggi negara yang memang punya peluang besar untuk korupsi karena lingkungan birokratisme yang memungkinkan. Hal ini untuk mencegah fitnah yang bisa merambat ke mana-mana, sehingga bisa menjadi jalan masuk untuk lagi-lagi mendiskreditkan Islam sebagai agama rahmatan lil alamin.Jangan sampai muncul konstruksi silogisme seperti ini :
Agama yang banyak penganutnya korupsi, tidak benar
SDA beragama Islam
Maka Islam agama yang tidak benar.

Premis mayor di atas jelas yang salah, karenanya kesimpulan juga salah. Islam justru muncul untuk mengkoreksi dan menumbangkan segala bentuk penyelewengan, kedzaliman dan maksiat. Bahkan Islam telah mengatakan dengan tegas bahwa “ Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” ( Ali Imran : 185) atau ayat serupa ada pada al Hadid ayat 20. Dalam al-Syams ayat 9-10 Allah mewanti-wanti “ Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya,”

Dalam ayat tersebut, Allah tidak menyebutkan keberuntungan bagi : “ Orang yang mengetahui cara membersihkan jiwa, kemudian menuliskan ilmunya, lalu mengajarkan kepada orang lain.” Justru dalam beberapa hadis, orang yang paling harus disorot adalah kalangan yang berilmu dus memiliki power, “ Barangsiapa yang bertambah ilmunya, namun tidak bertambah petunjuknya, maka ia tidak akan bertambah apa-apa kecuali semakin jauh dari Allah.” Kalangan yang tahu dan berwenang ini malahan akan paling disiksa di akhirat bila menyimpang dari arahan agama, “ Orang yang mendapatkan siksa paling pedih kelak di hari kiamat adalah orang berilmu namun Allah tidak menjadikan ilmunya bermamfaat.”

Siapapun bisa tergelincir, dari kalangan atau agama apapun bisa melakukan perbuatan tercela dan merugikan masyarakat. Namun yang paling rentan adalah mereka yang mempunyai power dan kewenangan yang besar. Seorang Islam atau Nasrani yang miskin dan tak punya kekuasaan mau korupsi apa. Jadi kebanyakan pelaku korupsi adalah para pejabat, penguasa, dan penentu kebijakan. Jadi SDA yang beragama Islam tidak mungkin bisa melakukan korupsi jika dia tak punya jabatan tinggi dan plus sebagai ketua partai yang punya pengaruh dan kekuasaan yang besar.

Kesimpulannya adalah, SDA korupsi – tersangka yang belum terbukti bersalah- karena dalam kapasitasnya sebagai pejabat negara pada departemn yang menyimpan dana abadi umat, dana pemberangkatan dan bagi hasil perhajian yang jumlahnya lebih dari 100 trliun rupiah. Pengelolaan dan pemamfaatan dana yang begitu besar sudah tidak jelas sedari dulu, jauh sebelum SDA jadi menteri. Dari mulai penempatan dana pada bank yang tidak jelas- mestinya di Bank Syariah- sampai pada urusan pemondokan di tanah suci, urusan catering dan carter bus dsb, telah menjadi lahan dan jalan masuk korupsi yang ngga ada matinya. Belum lagi bicara kelakuan para pejabar departemen yang sering pergi umroh atau haji membawa keluarga besarnya dengan menggunakan dana umat.

Jika ditarik benang merah penyebab korupsi di seantero negri ini, maka akan tampak adanya ‘ mindset’ yang harus dirubah dan dibenahi. Para koruptor selalu berkilah bahwa ‘ everyone does it’, alangkah bodohnya jika saya tidak memamfaatkan kesempatan demi membahagiakan keluarga dan membantu orang lain. Secara kasat mata, saya tidak merugikan siapapun, lagi pula jika saya tak korupsi orang yang akan melakukannya, padahal kue di dunia kian mengecil dan sedikit ( scarcity mentality)

Korupsi juga bisa terjadi karena adanya ‘ pressure yang tangible dan intangible. Antara lain keinginan bergaya hidup mewah dengan lambang-lambang status; mobil mewah, rumah mahal, villa indah dll. Dan terutama yang jadi penentu orang melakukan korupsi adalah adanya ‘ kesempatan’ berupa jabatan tinggi dan kekuasaan yang besar, Lord Acton mengatakan “ "Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. Great men are almost always bad men."



Tidak ada komentar:

Posting Komentar