Kamis, 03 Oktober 2013

PULAU KARAMPUANG


Sebenarnya pada jaman dahulu Pulau Karampuang berada dekat Pulau Simboro. Namun menurut sahibul hikayat, Pulau yang indah itu pernah kecewa dan marah pada Pulau Rangas karena mungkir dari janjinya untuk berlomba lari. Sehingga adalah ia sekarang di laut, di depan mata yang karib dengan Kota Mamuju

Pada suatu hari berkatalah Karampuang kepada Rangas “ O, Rangas taki silumba mudende ( hai Rangas mari kita berlomba lari ). Dan Rangas menyahut dengan berkata “ Mangapa diki ia? Na nituaki bandiki ittu ampuna’ silumba kaleki tau, iye takimo” ( Mengapa tidak,? Mungkin saya bisa kalau hanya berlomb a lari, ayo.marilah!.

Pada hari yang telah ditentukan yang empunya cerita, Karampuang telah bangun pagi-pagi sekali. Semangatnya begitu besar dan berkobar-kobar. Ia melakukan warming up dengan berlari kesana-kemari, ke selatan, ke utara, ke teluk dan keluar. Ia begiitu PD untuk menang, sementara Rangas masih mendengkur di tempat peraduannya. Dengan sabar Karampuang menunggu saat-saat duel dan menumbangkan Rangas dalam LOMBA sprint. Tapi saat matahari sudah meninggi, Rangan belum juga muncul.

Merasa dibohongi, disepelekan, Karampuang pun murka luar biasa. Dan melampiaskan kemarahannya dengan berlari kesana-kemari. Orang-orang yang melihatnya khawatir dan berkata “ Ampuna tente lolo itte liutangna Karampuang lumampa mudende-dendeang leor kolomaiyang, pa’daki itte nena paccampuragna, apa’ namalai menkuran” ( Kalau Pulau Karampuang selalu berlari-larian begitu tanpa tujuan, nanti dia akan hilang, sebab akan semakin jauh,”

Akhirnya orang-orang ( todapa’ ) melaporkan kejadian itu kepada raja. Kemudian bersama bersama perdana menteri ( pa’bicara ) dan jajarannya berangkatlah raja kelokasi pemandangan di tepi laut. Berkatalah raja kepada perdana menteri “ Apa yang akan kita perbuat?” Perdana Menteri menjawab “ Barangkali ada baiknya kalau Raja menyuruh Pulau Karampuang berhenti berlari-lari” ( Macoa areki nasudu Maradika meosa mudende-dendeang itte liutangna Karampuang ) Dan Raja berkata “ Kalau demikian halnya, ambil gendang keramat di istana.” ( Ampunna tente ittu, pesuduang tama di sapo mangala ganrang manurung ).

Dan setelah gendang tiba, dipukullah oleh perdana menteri. Dan selanjutanya Raja berseru kepada Pulau Karampuang ‘ Hai Pulau Karampuang, berhentilah berlari-lari. Hilangkan dahulu kemarahanmu sebab lawanmu itu di sana masih tidur. Barangkali dia tidak merasa mampu berlomba dengan kamu,” ( O, liutangna Karampuang, peosamako mudende-dendeang! Pa’daimo injolo nassumu apa’ matindoki ittu di lau’ balimu. Beta areki itte, u’de areki natua musilumbaang ). Oleh karena seruan itu adalah seruan raja dan karena pukulan gendang yang baik. Pulau Karampuang berhenti berlari-lari di tempatnya sekarang ini.

Dengan demikian Pulau Karampuang ini dikatakan hati yang dihilangkan. Oleh karena itu berembuklah raja dengan perdana menteri dengan menyatakan bahwa seluriuh daerah yang disinari matahari pagi adalah bagian perdana menteri, sedangkan daerah yang disinari matahari sore adalah bagian raja. Tamma’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar