Selasa, 13 Juni 2017

PUASA BUKAN PESTA MAKAN


Menurut Sigmund Freud, dinamika kepribadian manusia tidak akan lepas dari proses fisiologi yang ada dalam dirinya. Artinya energi psikis yang dipunyai manusia selamanya bersumber dari apa yang dimakannya. Jadi manusia sejatinya identik dengan makanan. Energi psikis yang membentuk kepribadian seseorang itu akan disimpan di dalam instink-instink atau naluri. Dan instink tersebut merupakan gudang atau reservoir bagi energi psikis.

Itulah sebabnya Allah memerintahkan setiap muslim yang beriman untuk berpuasa ; agar berkesempatan mengendalikan, menahan atau mengatur makanan dan minumannya selama bulan Ramadhan. Selain dengan tujuan utama agar orang beriman menjadi semakin bertaqwa, tentu juga dimaksudkan agar dalam prilaku kesehariannya, manusia lebih bisa dan mampu mengendalikan intink-instink negatif atau hawa nafsu rendahnya. Dalam bahasa Freud, agar manusia bisa menghidupkan naluri untuk hidup, dan mematikan nalurinya untuk mati. Tanpa mengendalikan nafsu atau naluri makannya, maka manusia akan terjatuh kelembah dunia Asfala Safilin, yakni serendah-rendah manusia, alih-alih menjadi Ahsanu Takwim.

Jika sudah begini, maka benarlah apa yang pernah diteorikan oleh Giorgio Agamben yang menjungkirkan teori Evolusi Darwin bahwa manusia itu berasal dari kera. Menurut Agamben. Kera atau binatang justru berasal dari manusia. Betapa tidak, bukankah nenek moyang manusia, Adam dan Hawa awalnya adalah manusia paling taat dan suci di hadapan Tuhan. Tapi sejak dosa pertama yang dilakukan maka jatuhlah ia ke Bumi, tempat dimana dosa dan sifat kebinatangan telah berkecambah,bak cendawan dimusim hujan. Dan multiplikasi sifat kebinatangan itu dimulai oleh melodrama pembunuhan Qabil atas Habil karena berebut cinta saudara perempuan mereka.

Untuk menahan laju kejatuhan manusia itu, maka Allah telah mengutus Rasulullah Muhammad SAW, dengan membawa Syariat- Nya, agar manusia kembali ke jalan lurus dan benar, dan salah satu perangkat Syariah itu adalah ‘ Puasa di Bulan Ramadhan.’ Akan tetapi, meski puasa telah dialami dan dijalani oleh kaum beriman selama berabad, namun proses kemerosotan menjadi kera terus saja berlangsung tak tertahan. Kutukan Agamben masih saja berlangsung setiap saat, bahkan di dalam di dalam masyarakat muslim juga. Indikasinya adalah, kian merebaknya korupsi dikalangan pejabat dan panutan. Mekarnya penyelewengan kekekuasaan, bersimaharajalelanya kekerasan dan kesewenang-wenangan dalam masyarakat, gang motor yang semakin ganas, penipuan,perampokan, dan bom yang tak berkesudahan. Ditambah aparat penegak hukum yang justru terjerat hukum, juga pertikaian antar sesama negara muslim sendiri,dsb dsb. Lantas apa yang salah dengan puasa kita selama ini???

Tentu saja puasa sebagai rukun Islam dan sekolah keperibadian baik-baik saja dan tetaplah sebagai salah satu jalan terbaik untuk taqarrub ilallah. Kitalah yang berpuasa sering lupa pada makna dan hakekat puasa itu. Tujuan puasa untuk mengendalikan diri tak kunjung kita pahami. Jangankan mengendalikan lisan, segala nafsu dan emosi. Untuk urusan makan minum juga kita tak kunjung tamat memahaminya. Bayangkan, orang muslim jika berbuka kebanyakan seolah berpesta makan, segala hidangan ada. Rasa lapar dan haus selama seharian berpuasa akan dibalas dengan makan dan minum sebanyak-banyaknya dan sepuas-puasnya. Meja makan sarat dengan kuliner modern atau tradisional. Jalan-jalan dipenuhi penjual takjil. Mal-mal dijejali pencari kuliner. Bahkan masjid-masjid dan musholla pun akan di penuhi oleh takjil aneka rupa menjelang berbuka.
Ya, selama puasa dimaknai seperti dan serendah itu, sampai kiamat pun, akan jarang muslim yang kan kian bertaqwa setelah berpuasa sebulan penuh. Paling banter di bulan puasa saja tampak sok alim dan berubah menjadi ahli ibadah, setelah itu kambuh lagi, kembali ke asal. Yang tadinya jahat jadi jahat lagi. Yang dari sononya baik, urung mendaki kesempurnaan,menjadi Insan Kamil. Semua karena soal sepele, ” lupa menjaga perut”. Makanan atau minuman sejatinya sangat dibutuhkan oleh tubuh agar tetap bisa bertahan hidup,sehat dan berkembang. Hanya saja tak boleh berlebihan atau Tabzir. Rasulullah Muhammad SAW berkata,” Makanlah ketika terasa lapar, dan berhentilah sebelum terasa kenyang.”



Tidak ada komentar:

Posting Komentar