Selasa, 17 Desember 2013

PALIPPIS ATAU BARANE'

PALIPPIS ATAU BARANE’

Saat ini orang yang pergi berwisata lintas Negara dan daerah ada lebih satu milyar orang. Tentu ada diversifikasi dalam minat dan tujuan wisata, namun yang ngetrend sepuluh tahun belakangan ini adalah mengunjungi resort yang murni dan alami, tenang atau sanctuary. Itulah sebabnya Bali membenahi dan membangun Nusa Dua sebagi alternatif bagi pantai Kuta yang dianggap sudah rusak. Demikian pula pemerintah Thailand telah mempromosikan destinasi wisata andalan baru yang lebih ramah lingkungan, Phuket. Ia dikembangkan pasca kerusakan lingkungan Pattaya dan Chingmai. Di Phuket diberlakukan Undang-undang Lingkungan yang ketat. Tak boleh ada bangunan yang tingginya melebihi 12 meter, tidak boleh ada pabrik atau fasilitas industri yang memakai mesin dengan kekuatan di atas lima tenaga kuda di pulau itu. Itulah sebabnya kini Phuket telah menjadi destinasi wisata yang upmarket sekaligus penyelamat bagi industri pariwisata Thailand.
Resort dengan syarat-syarat tersebut di atas tentu banyak bertebaran di Sulawesi Barat. Tinggal mencari mana yang prioritas untuk dikembangkan lebih dulu menjadi paket wisata unggulan sekaligus untuk jadi multiflier effek bagi yang lain. Menurut saya Palippis, Barane’ atau pantai Pamboang yang berpasir putih, atau pantai Mamuju dengan Pulau Karampuangnya bisa sangat diandalkan untuk menjadi destinasi wisata resort yang punya prospek baik ke depan. Tinggal dipilih salah satunya yang mana yang akan lebih dulu dikembangkan.
Daerah tujuan wisata dengan infrastruktur transportasi memadai juga sudah bukan faktor utama untuk menarik minat para wisatawan, terutama dari upper class. Sebabnya sekarang ini, sudah banyak ditawarkan wisata denga kapal pesiar mewah oleh cruise company ke daerah-daerah terpencil, jauh dan eksotik. Trend para jutawan sekarang ini adalah mengunjungi destinasi wisata yang high end bukan lagi yang kodian. Beberapa tahun yang lalu ada sebuah iklan yang menawarkan paket wisat ke Alaska, Panama, atau ke-Mediteranian bahkan Karibia. Dewasa ini ada rombonga wisata orang berduit Indonesia yang pergi ke tempat lelang keju di Alkmar, kebun bunga tulip di Keukenhof, tempat pembuatan porselin biru di Delf, atau berfoto dengan busana nelayan di pantai Schveningen yang dulu terkenal karena disebut- sebut dalam buku Habis gelap terbitlah terangnya RA Kartini.
Tak cukup sampai di sana, orang-orang berduit juga sudah sampai ke Alaska untuk memancing atau bermain sky di sana. Ada yang pergi ke Paris hanya untuk mengikuti kursus memasak atau naik balon udara di kawasan Bourgogne yang indah di Perancis. Atau melakukan mountain biking di lautan salju Swiss dan trekking di Nepal. Bahkan ada yang naik helikopter berkeliling di Manhattan, New York.
Nah, semua yang ditulis di atas adalah trend yang memberi peluang guna pengembangan wisata dan turisme di Sulawesi Barat. Tinggal bagaimana kita jeli memamfaatkan dan mau membangun dan mempromosikan secara all out apa yang sudah menjadi trade mark Mandar, kemurnian, ke-alamian dan sanctuarity yang ada pada resort-resort wisatanya. Tentu saja tak semudah membalik telapak tangan untuk memdapatkan berkah dari kegandrungan orang untuk bepergian dan berdarmawisata saat ini. Diperlukan langkah-langkah strategis, termasuk menyiapkan fasilitas dan SDM yang bertaraf internasional. Nusa Dua Bali saja telah menyiapkan fasilitas pelatihan untuk mencetak SDM yang komfatible dengan kebutuhan industri pariwisata modern. Jangan sampai terjadi apa yang dialami Malaysai yang sejak 1982 telah menyipkan dan membangun Lamngkawi untuk menyaingi Nusa Dua dan Phuket, namun hingga kini tak kunjung mendatangkan para turis yang memadai.
Memang ada dilemma dalam upaya pengembangan wisata, semisal dengan realitas bahwa gagalnya Langkawi karena konon di sana tak ada kehidupan malam yang seronok. Tak seperti di Nusa Dua dan Phuket, di sana memang hadir Club Med sebagai operator pencari kesenangan papan atas yang ekslusif. Tapi agaknya yang menjadi faktor utama perbedaan rating antara ketiga daerah destinasi wisata andalan itu adalah masalah ke-indahan dan kemurnian pantai. Kalau masalah keindahan dan kemurnian pantai dan laut, di Sulawesi Barat tak kekurangan, bahkan berlebih. Tinggal memolesnya saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar