Jumat, 24 Januari 2014

SUNNATULLAH DAN BENCANA

Meletusnya Gunung Sinabung setelah empat abad diam dan anteng, banjir bandang di Menado yang langka terjadi dan tak terduga, bahkan badai salju hebat di AS serta hujan salju di California yang baru terjadi setelah seratus tahun, adalah hujjah yang telak betapa berkuasanya Tuhan atas segala ciptaannya. Tuhan mampu merubah semua hakekat alam ciptaannya yang dikenal dengan nama Sunnatullah atau hukum alam. Telah lama disadari oleh para pemikir dan ilmuwan bahwa disamping adanya fakta keteraturan pada alam (uniformity of nature) ada juga konsep “purposive order yang mengatakan bahwa alam ini tak dapat diterangkan kecuali sebagai aktivitas suatu zat yang sangat bijaksana. Interaksi dua pandangan ini sekaligus meruntuhkan tesis ilmu pengetahuan yang sejak abad ke 17 dianut, bahwa pergerakan alam ini senantiasa mengikuti prinsip determinisme dimana hukum kausalitas begitu menentukan. Sekaligus membongkar kepercayaan buta para ilmuwan akan adanya system yang tertutup ( closed system ) bahwa di dalam alam ini tidak ada daya atau pengaruh dari luar yang dapat merobah aturan-aturannya. Prof.A.O. Lovejoy dalam bukunya “ The Discontinuities of Evolution” mengatakan,” Adanya kejadian-kejadian dalam evolusi yang menunjukkan bahwa sesungguhnya peraturan-peraturan alam itu itu tidak sempit, akan tetapi sebaliknya luas dan mengandung kemungkinan-kemungkinan yang merupakan tindakan2 sesuatu zat yang mempunyai maksud.”
Hal yang common sense sekarang bukanlah pada pertanyaan apakah alam ini merupakan susunan yang teratur atau alam tidak punya susunan yang teratur, akan tetapi sebuah kebenaran bahwa dalam alam yang teratur ini, hukum alam dapat dan bisa dirobah dimana perlu. “ Apakah kamu melihat air yang kamu minum? Apakah kamu yang menurunkan dari awan, ataukah kami? Jika kami menghendakinya, kami akan menjadikannya masin, maka bersyukurlah.” ( Qur’an 56 ayat 68-70).
Tuhan tidak bermain dadu dengan dunia. Dan ‘caprice’, bercanda dan menjadikan dunia ini hanya permainan yang tak berujung pangkal arahnya. Atau menjadikannya sebagai sebuah mesin raksasa yang bergerak secara mekanis tapi mati kaku. Tuhan bahkan selalu menyempurnakan cipataannya justru dengan berbagai musibah dan bencana yang menimpa di mana-mana. Allah berfirman dalam Qur’an 79 ayat 26-28, “ Sesungguhnya pada yang demikian itu menjadi pengajaran bagi orang yang takut ( kepada Allah). Apakah kejadian kamu lebih sukar ataukah (kejadian langit)? Dia telah menbangunnya. Dan meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya.”
Kesempurnaan sunnatullah ada pada mekanisme dan kepastian alam yang diciptakan-Nya, dan juga dalam kegilaan dan keliarannya yang aneh. Letusan gunung terjadi oleh sebab tekanan di dalam bumi dan kalau tekanan itu cukup, maka akan terjadi letusan. Siapapun yang berada dalam danger area akan menderita. Tak perduli orang muslim atau non muslim. Tapi Tuhan toch tidak ujuk-ujuk meledakkan gunung Sinabung, tapi selama empat bulan atau lebih telah memberi warning kepada manusia berupa awan panas yang terus menyembur dari tubuhnya. Mungkin Tuhan punya maksud untuk memberi peringatan pada manusia yang telah lama merusak alam. Seharusnya itu diantisipasi dan direspon cepat dengan mitigasi bencana dan evakuasi warga, sehingga tak menimbulkan penderitaan yang parah seperti sekarang ini ba’da meletus.
Ada dua jenis kejahatan di dunia yang kita percayai selama ini, yakni kejahatan manusia atau kejahatan moril dan kejahatan alam. Tapi kejahatan alam seperti gempa tektonik maupun vulkanik serta banjir, sejatinya tak ada apa-apanya dibanding dengan yang telah dilakukan manusia. Manusia bisa membuat orang yang seharusnya tidak menderita jadi menderita. Bencana alam sebenarnya merupakan akibat manusia tidak menjaga hutan atau melakukan perusakan lingkungan di mana-mana. Kelaparann juga karena sifat koruptif manusia atau karena kebijakan ekonomi yang monopolistik.
Sedangkan kejahatan alam yang melanda kita adalah sebuah penampakan kekuasaan Tuhan yang selalu sempurna dalam menciptakan sesuatu. Apapun yang diciptakan Tuhan pasti sempurna dalam daya kebaikan dan daya rusaknya. Air misalnya sungguh bermamfaat secara ekonomis dan biologis, tapi pada saat itu juga punya potensi jadi air bah karena kesempurnaan sifatnya yang cair, pleksibel dan mudah berubah mengikuti bentuk. Tuhan justru tidak Maha Kuasa dan Sempurna dalam zat dan ciptaan-Nya jika air itu padat, keras. Bayangkan kalau ada hujan air sekeras batu. Demikian pula dengan gunung, pada yang telah mati dan tak bekerja, tak akan memberi harapan pada alam dengan kesuburan seperti pada gunung yang aktif bekerja serta rajin meletus. Daerah-daerah yang banyak gunung merapinya adalah daerah dan lereng-lerengnya yang paling layak ditempati manusia dengan segala berkah, keindahan dan kesuburanya.
Mobil bemo misalnya, tidak mematikan jika menabrak karena mesinnya yang sudak jelek sehingga larinya ngos-ngosan dan tersendat-sendat. Sedangkan ciptaan yang keren seperti mobil Mercy, BMW atau mobil balap, pasti mematikan dalam larinya yang cepat karena bagus dan sempurnya. Pisau yang paling tajam untuk memotong daging dan mengupas mangga juga berpotensi paling melukai dan mematikan. Apa yang bisa diperbuat oleh pisau tumpul? Begitulah analogi terhadap kesempurnaan alam semesta ciptaan Allah SWT.
Bencana dimulai ketika manusia sebagai khalifatullah salah menafsir kehendak Allah SWT begitu kata Sayyed Hossein Nasr. Menurut tafsiran beliau, kata “ Sakhkhara” dalam Qur’an Al Hajj ayat 65 bukan dalam pengertian penaklukan atas alam secara liar dan tanpa control, seperti dalam pengertian manusia modern, tetapi Sakhkhara berarti penguasaan atas sesuatu yang memang diperkenankan Tuhan untuk itu. Penguasaan itu harus tetap berada dalam arah yang sejalan dengan keseimbangan hukum-hukum Tuhan atau Sunnatullah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar