Sabtu, 03 Desember 2016

BERPIKIR KREATIF ALA JOKOWI-JK


Biasanya kata kreatif akan dihubungkan orang dengan kerja para seniman atau para penemu. Hal ini tidak salah, namun sejatinya yang namanya kreativitas bisa dilakukan oleh semua kalangan. Dengan menyederhanakan pengertiannya dan menghindari abstraksi yang nyelimet, maka siapapun bisa berprilaku sebagai orang yang kreatif. Menurut David J. Schawartz, PH.d. “Berpikir kreatif adalah menemukan cara baru yang lebih baik untuk mengerjakan segala sesuatu.” Tentu dalam pengertian ini juga termasuk cara baru dan bagus untuk menangani dan menyelesaikan setiap masalah yang tampil setiap saat dalam kehidupan ini pada segala tingkatan. Mulai dari level pribadi, keluarga, masyarakat ataupun negara.

Di tingkat personal, orang bisa berpikir kretif untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dengan rajin melakukan browsing di internet terkait dengan bidangnya. Tidak harus dengan berkuliah lagi atau ikut kursus. Bukankah semua ilmu dan pengetahuan sudah tersedia secara melimpah di internet. Hanya juga mesti menemukan cara belajar sendiri yang lebih baik dan efektif. Sebuah keluarga yang kreatif adalah keluarga yang selalu menjaga ketenangan anggotanya dan berusaha memberi pendidikan yang baik bagi anak-anaknya. Pada level perusahaan bisa menemukan strategi pencapaian yang lebih keren dan inspiratif. Disamping membuat rencana strategi yang mendasar dan antisipatif, harus juga membuat sebuah misi yang menarik dan menggugah. Dibawah ini beberapa pernyataan misi yang menarik :
1. Jangan tawarkan sepatu, tapi tawarkan kenyamanan kaki dan kesenangan berjalan kaki.
2. Jangan tawarkan buku, tawarkan jam-jam kesenangan, dan mamfaat pengetahuan.
3. Jangan tawarkan rumah, tawarkan home, atau keamanan, kenyamanan, dan tempat yang bersih, teduh dan menyenangkan buat keluarga
4. Jangan twrkan pakaian, tawarkan sebuah kenyaman bergerak, dan penampilan yang indah.
5. Jangan tawarkan mobil, tapi kelancaran dan kenyamanan bertransportasi, dan tamasya keluarga.


Pada level negara atau masyarakat, kita tentu bisa meniru dan menerapkan apa yang telah dilakukan oleh Presiden Jokowi serta Wapres Jusuf Kalla di aksi damai 212 kemaren. Apa yang dilakukan oleh kedua pimpinan negara kemaren sungguh sebuah bukti kreativitas sosial dan kepemimpinan yang otentik dan mengayomi. Di tengah ketidak pastian yang ada, ketika tak seorang pun bisa meramal apa akhir dari aksi bela Islam jilid III, pada saat komunikasi dan kesepakatan tidak menjanjikan dan menjamin absennya sebuah anarksime dan kerusuhan. Ketika semua mata tertuju ke silang monas, lewat berbagai media dan secara incognito, dengan harap-harap cemas tak terjadi sesuatu yang luar biasa. Di tengan massa yang membludak dan detik-detik menegangkan, tiba-tiba Presiden Jokowi dan JK memutuskan untuk ikutan salat Jumat bersama para peserta aksi dan pemimpin-pemimpinnya. Tak pelak lagi sikap dan tindakan kreatif itu mampu menurunkan semua tensi, ketegangan dan ketidak pastian yang ada. Semua orang lega hatinya, semua anak bangsa bersyukur dan bisa kembali tenang dan menjalani hari yang penuh damai dan harapan. Di lapangan, para petugas keamanan dan peserta aksi bisa terus melaksanakan misinya masing-masing.

Begitulah sejokyanya seorang kepala negara berprilaku. Bisa dengan cepat dan secara kreatif menemukan cara dan solusi terbaik untuk mengatasi suatu situasi genting dan mengkhawatrkan, yang mengancam keberlangsungan negara. Seandainya Jokowi-JK terikat pada aturan protokoler istana dan kepresidenan, dan tak mau berpikir ‘out of box’ mungkin cerita dan nasib bangsa hari ini tak akan begitu cerah dan menjanjikan. Rupanya Jokowi-Jk bisa belajar dari pengalaman aksi 411 yang lalu, yang telah menimbulkan problem traumatis , insiden yang tak diinginkn senua pihak, akibat cara berpikir ketat dan tak kreatif.

Yang datang ke Monas dari berbagai daerah, Jakarta dan sekitarnya adalah orang-orang yang sangat mengimani kitab sucinya yang syarat dengan lembar-lembar kebaikan dan kemaslahatan, bukan kalangan yang tanpa pegangan dan dasar. Dan atas dasar iman itulah mereka menuntut orang yang telah berbuat nista. Mereka disatukan oleh satu tujuan mulya, menuntut keadilan ditegakkan atas penistaan itu, dan Lillahi taala. Maka salah besarlah yang mengakait-kaitkan mereka dengan politik atau proses pilkada yang sedang berlangsung. Banyak orang-orang pinter keblinger yang mencap dan memberi mereka label negatif. Jika hal itu datang dari kaum phobia Islam, masih wajar. Tapi banyak juga yang justru menamakan dirinya sebagai pakar dan intelektual Islam yang mengolok-ngolok aksi bela Islam sebagai hal yang berlebihan sebagai bentuk dari kesalah pahaman dan salah tafsir. Sesungguhnya banyaknya ilmu tentang agama tidak menjamin kepenuhan dan keutuhan Iman.

Sudah sepantasnyalah Presiden Jokowi dan JK yang dulu juga secara kreatif mendamaikan republik dengan para dissiden atau kaum separatis beroleh hadiah nobel perdamaian, atau paling tidak masuk nominasilah. Karena bisa dikatakan apa yang telah mereka pikir, dan tindak lanjuti untuk menciptakan perdamaian sejajar atau senafas dengan apa yang telah dilakukan oleh peraih nobel perdamaian tahun ini, Presiden Columbia, Juan Manuel Santos, yang telah mau dan berhasil membuat keseepakatan damai dengan anasir pemberontak FARC, sekaligus mengakhiri perang saudara yang telah berlangsung selama 52 tahun.

Kalangan yang menganggap tindakan Jokowi-JK, dan Kapolri Tito Carnavian sebagai suatu blumder dan berpotensi memberi angin pada yang mereka sebut sebagai kelompok intoleran untuk lebih kencang lagi melancarkan aksi-alsinya, sangat tidak berdasar dan justru menunjukkan arogansi yang maunya menempatkan diri lebih baik dan bersih dari kelompok lain di republuk ini. Sepertinya kalangan tersebut tidak mampu berpikir positif dalam memandang potensi kebaikan yang ada pada setiaporang dan kelompok di negara ini. Padahal jika menginginkan negara ini terus aman dan damai, sikp-sikap saling merendahkan dan anggap remeh antar kelompok mesti disudahi. Jika semua kalangan mau senantiasa berpikir krestif dan positif seperti Jokowi-JK yang sering lakukan, pasti negara ini bisa kelas, atau lulus menjadi Sarjana Demokrasi yang asli.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar