Rabu, 07 Desember 2016

ANAK – ANAK JAMAN


Siapakah anak-anak jaman itu? Tentu saja orang-orang yang lahir dan dibesarkan oleh jaman dimana ia hidup. Socrates, Plato atau Aristoteles adalah anak jaman peradaban Yunani yang sangat mencintai pilasafat, ilmu, dan kebijaksanaan. Kant, hegel, atau John Locke adalah anak jaman aufklarung atau masa pencerahan yang sangat rasional berdasar pada azas ‘Cogito’ dari Descartes. Sementara Rousseou, Gothe, atau Sukarno adalah anak-anak atau pewaris era romantisme. Anak-anak jaman adalah manusia historis yang tak mungkin kita copot dan mencopot dirinya sendiri dari kemelekatannya pada jaman yang mennghidupi dan dihidupinya. Mereka imanen di dalamnya. Mereka bukan subjek transenden yang bisa dengan mudah bersikap objekti terhadap masa lalu dan masa depan lalu bermeta temporal ria.

Anak-anak jaman mau tidak mau adalah makhluk deterninsmus par excelent, yang disuapi dan memamah biak semua nutrisi yang ada pada jamannya. Kendati kerap meneriakkan kebebasan dan otonomi, namun dalam hal analisa atau penilaian terhadap urusan sejarah misalnya, mereka tetap saja akan terbelenggu oleh bahan-bahan mentah dan setengah jadi jamannya. Jika mereka bicara tentang masa lalu,maka akan berasa masa kini. Dan tanpa sadar semua orang akan mencerninkan zeitgeistnya masing-masing, sekaligus memunggungi universalime historis yang maunya objektif melulu. Apakah seorang Plato atau Aristoteles bebas dari pengaruh jaman ketika mengatakan bahwa demokrasi adalah nonsens. Belum tentu Sukarno akan sangat revolusioner dan radikal sikap politiknya andai ia hidup di era millenium ini. Atau mentas di masa kerajaan sorga, yang banyak menelorkan kisah-kisah seribu satu malam misalnya. Soekarna adalah wakilnya jamannya yang penuh ketidak adilan dan kekejaman.

Siapapun dia jika adalah anak dari jamannya, maka tidak akan bisa rasional dan obejktif menilai sebuah event atau peristiwa sosial. Ia tidak akan bebas dari prasangka, dan sangat mengandalkan otoritas dan tradisinya. Orang-orang yang mengkampanyekan diri seolah memiliki rasional telanjang yang polos dan murni, sejatinya juga masih mengenakan kostum atau seragam tertentu yang juga tidak bebas dari prasangka .Mereka yang menggenggam segenap akses keuangan , kebijakan dan tools pembentuk opini , telah dengan ngawur melaksanakan kampanye pembenaran dan pembesaran diri, bahwa merekalah yang paling nasionalis dan berada di garda depan persatuan dan kesatuan bangsa, atau kuncen penjaga kebinekaan. Mereka yang menggagas aksi 411, dan beranggapan bahwa yang tumplek blek di aksi super damai 212 adalah pengganggu prinsip kebinekaan, sejatinya juga sudah menjubeli benaknya dengan aneka prasangka.

Jaman akan selalu melahirkan ank-anak yang mirip dirinya. Jaman yang telah muak dengan aneka kesombongan manusia yang menafikan dirinya sendiri, akan melahirkan anak-anak yang sangat manusiawi. Jaman yang jenuh dengan cekokan ilmu yang maunya membuat orang-orang seperti robot,kaku dan penurut, akan melahirkan insan-insan bebas yang hanya tunduk pada kuasa Tuhan, bukan pada ilah-ilah bernama kemajuan, kekayaan, atau keuangan yang maha kuasa. Anak jaman tidak mudah dinina bobo oleh nyanyian sumbang dan janji-janji palsu. Karena mereka sudah banyak melihat dan mengalami betapa sebuah pemujaan dan puji-pujian terhadap sesama hanya berujung kecewa dan rasa sesal.

Anak-anak jaman tidak percaya lagi pada narasi-narasi besar yang maunya mendominasi, serta narasi tentang orang-orang besar, dan mengandalkan diri padanya. lalu mematikan subjektivitasnya sendiri, untuk menjadi objek-objek tak berdaya yang mau saja digiring ke sana-kemari., bak kerbau dungu atau bebek-bebek manis. Nasionalisme mereka adalah nasionalisme yang mengayomi dan baik hati. Bukan nasionalisme main gusur, dan main bentak. Bukan juga yang dipaksakan oleh suatu konsepsi sempit dan mengada-ngada, minus kritisime dan pertanyaan tentang kebenaran dan kemurniannya. Dalam segala hal mereka hanya berpihak pada kebaikan hati dan kemanusiaan yang berlandaskan Ketuhanan, pokoknya yang Pancasilais beneran gitu lho!. Bukan pancasila yang dimamfaatkan untuk melancarkan kekuasaan dan keuangan, serta dipakai sebagai tameng belaka, seperti kerjaan orang-orang komunis di masa lalu. Bagi anak-anak Jaman, Pancasila ya Pancasila, tidak pakai embel-embel dan umbul-umbul.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar