Kamis, 27 Februari 2014

MAQLOLANG

Salah satu acara dalam rangkaian upacara perkawinan adat Mandar yang menarik, khas dan specifik adalah acara Maqlolang. Acara ini biasa diadakan pada malam sebelum akad nikah. Tapi acara ini jarang dirayakan secara khusus atau dianggap sebagai penanda keunikan budaya Mandar, khususnya dalam adat perkawinan dibandingkan dengan suku-suku lain di Sulselbar. Setahu saya acara semacam maqlolang itu tak ada pada perkawinan adat Bugis dan Makassar, apalagi Toraja. Pada acara pentas “ Semalam di Tanah Mandar” dengan tema ‘ Mistery of Mandar’ yang diselenggrakan KKMSB pusat beberapa tahun lalu, tak juga mengangkat acara Maqlolang, malah hanya mengangkat acara’ mappamacco’ yang sejatinya secara adat adalah bagian dari acara maqlolang.
Maqlolang secara harapiah adalah ‘datang’ dengan maksud untuk memikat hati seoramg gadis. Dan kegiatan maqlolang ini biasanya dikaitkan dengan kesukaan para pemuda untuk datang ke rumah gadis pujaan untuk menunjukkan kesukaan. Atau kalau istilah anak muda sekarang ‘ apel malam mimggu’ Ketika saya di Mandar dulu saya sering mendengar istilah ini dari para om yang suka pergi memikat sang pujaan dengan memainkan gitar sambil massaya-sayang. Nah di sinilah romantisnya istilah maqlolang, sehingga paqlolang itu sering juga disebut sebagai playboy atau pria yang jago menaklukkan hati wanita dengan petikan gitarnya. Konon dulu kegiatan maqlolang dengan gitar ini telah menjadi sesuatu yang ditakuti oleh para orang tua atau orang yang diam-daim suka pada seorang bunga kappung. Sehingga keluar laranga tidak boleh massaya-sayang keliling apalagi menggunakan gitar dengan tali suasa. Wallahu ‘alam.

Maqlolang dalam rangkaian perkawinan adat adalah ketika calon penganten pria mmanggil semua teman-temannya untuk datang bertemu ke rumah calon penganten wanita dengan membawa oleh-oleh berupa pakaian atau perlengkapan wanita sebagai tanda setia kawan. Nah, peristiwa pemberian barang-barang itulah yang disebut ‘ Mappamacco’. Dalam acara maqlolang itu akan ada permainan musik kacaping di samping tujuh anak dara ( tobaine malolo) meoro berpakaian adat dan di depannya masing-masing ada kappar untuk menampung pemberian tamu-tamu yang datang. Saat itu pemain kacaping akan mattede’ atau memuji kecantikan dan sifat baik para anak dara. Alunan musik dan lantunan puja-puji yang biasanya dengan makkalindaqdaq diharapkan akan menggugah semangat para tamu untuk bersaing memberi hadiah paling banyak.

Dalam perkembangannya kemudian, hadiah itu telah berubah dalam bentuk uang. Jadi seperti tradisi nyawer dalam budaya di Jawa. Padahal sesungguhnya menurut keterangan beberapa orang tua, pemberian berupa uang itu hanya bisa diberikan pada saat acara Mangino yang berlangsung sesudah akad nikah. Itupun terjadi jika ada permintaan para keluarga. Di sini uang tunai diberikan dan langsung diantarkan ke kamar penganten wanita yang akan diterima indo’ kaweng. Lalu diikuti oleh dibawanya penganten wanita ke luar kamar dengan mata tertutup, kemudian dilepaskan dan diikuti oleh penganten pria. Dan akan terjadi permainan kucing-kucingan antara keduanya yang menyebabkan gelak tawa bagi mereka yang menyaksikan. Ini bisa terjadi beberapa kali, tergantung pada berapa kali pemberian hadiah. Dalam acara mangino ini, bila raja atau anggota hadat hadir, kedua penganten baru itu harus bermain dengan berjongkok, kecuali kalau raja dan anggota hadat meminta untuk melakukannya dengan berdiri.

Mengapa terjadi hal-hal yang berbeda dalam menyusun dan mempraktekkan perkawinan adat? Mungkin karena sifatnya yang setengah lisan dan pewarisannya juga disampaikan secara lisan tak tercatat, sehingga terjadi beberapa persepsi dan keyakinan yang berbeda. Tentang jumlah berapa kappar saja yang harus ada di depan gadis peoro, tak ada kesatuan pendapat. Hal ini terungkap pada rapat sebelum pelaksanaan pentas ‘ Mistery of Mandar’ . ada yang mengatakan kappar itu hanya bolehsatu, ada yang bilang tiga, dan ada juga yang berpendapat masing-masing gadis peoro harus membawa kappar. Nah, inilah budaya, memang tak ada kepastian di dalamnya, dan bila ada yang mau memberi kepastian pun pasti akan ditentang, karena sejatinya memang budaya yang terkait masa lalu merupakan mistery yang mengandung banyak kemungkinan dan asunsi makna. Justru di sinilah letak potensi kekayaan sebuah kebudayaan yang jika dipaksakan dan diseragamkan persepi tentangnya akan mematikan gerak hidup budaya itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar