Sabtu, 30 Mei 2015

PARA SRIKANDI ITU

Presiden Jokowi telah memilih Tim Seleksi Calon Pimpinan KPK 2015 yang kesemuanya perempuan. Maka timbullah heboh dan keramaian pro-cons juga polemik di media-media, bahkan ada yang merayakannya sebagai kemenangan kaum feminisme. Tapi nanti dulu, karena bisa saja toch kenyataan itu merupakan buah keterpaksaan karena tidak adanya calon laki-laki yang serius dan ngotot menjadi timsel karena takut menanggung beban perasaan dan tanggung jawab jika KPK pilihannya akan mentok lagi, menghadapi tembok dan hukum besi kekuasaan. Atau solider pada para penggemar korupsi dari berbagai instansi yang sejatinya kurang sreg dan ikhlas dengan keberadaan lembaga anti rasua yang diberi kewenangan sangat besar itu. Tapi betapapun, para intelektual dan profesional perempuan pilihan Jokowi tersebut sudah barang tentu tak akan membuang-buang kesempatan manis untuk unjuk gigi sekaligus meraih popularitas. Dari sembilan timsel yang dipimpin Destri Damayanti itu, yang sudah populer dan punya nama besar di ranah publik baru Harkristuti Harkrisnowo saja. Bahkan tak satupun yang tercatat sebagai aktivis perempuan, pejuang kesetaraan gender.

Munculnya 9 srikandi perekrut capim KPK, yang sebagian besar datang dari negeri entah berantah itu – meminjam istilah Fahri Hamzah, bukan sesuatu yang aneh dan ahistoris. Dewasa ini, meski disana-sini masih banyak diskriminasi dan ketidak adilan gender, banyak perempuan yang telah bisa keluar dari jebakan kepompong budaya patriarki dan telah mampu mengembang dan memasuki berbagai tugas-tugas pekerjaan di segala lini kehidupan dan menegaskan kesetaraan. Semua jenis pekerjaan dan profesi telah dilakukan oleh perempuan Indonesia, dari mulai Presiden, menteri , supir busway, hingga TKW ke luar negeri, semua telah dilakoni dengan benar dan bertanggung jawab. Pokoknya nyaris tak ada lagi bidang yang tabu untuk dimasuki perempuan Indonesia yang telah teremansipasi sejak era Kartini.

Jika tim seleksi yang sudah-sudah semua bapak-bapak, mengapa yang sekarang tidak boleh semua ibu-ibu. Lagi pula pekerjaan manajemen rekruitmen atau managemen saja sejatinya adalah identik dan melekat pada pada kodrat keibuan. Dari sononya seorang ibu – mudah-mudahan semuanya srikandi itu ibu-ibu, sudah melakukan pekerjaan mengelola, mengatur, membina dan mengarahkan putra-putrinya. Kaum ibu mampu menangani konflik keluarga dengan sabar dan solutif, meluruskan dan mengarahkan prilaku keluarganya, memotivasi kelompok, biasa menetapkan tujuan-tujuan tertentu dilingkungannya, membersihkan yang buruk dan kotor dengan mencuci dan menyapu. Dan tentu saja punya kepekaan dan intuisi terhadap prilaku baik atau menyimpang anak-anaknya. Pokoknya para srikandi kali ini untuk salah pilih lebih kecil kemungkinannya dari para Arjuna-Arjuna pendahulu mereka

Sebenarnya di dalam diri perempuan ada aspek maskulinnya, disamping feminitas itu sendiri. Terutama bagi yang masih dalam usia produktif dan masih meniti karir menuju puncak. Kita bisa melihat dan merasakan bahwa perempuan sekarang walau seringkali tampil begitu sopan, kalem dan lembut juga civilise sekali, tapi pada saat tertentu bisa sangat tegas, tegar, berani, dan tanpa kompromi. Jika ada mengatakan bahwa para srikandi itu akan melulu bicara dengan bahasa cinta, hingga akan menjatuhkan pilihan tanpa logika yang kuat, serta penuh keraguan itu keliru. D.H. Lawrence, sastrawan besar dunia, yang adalah seorang pemerhati hidup dan kemanusiaan yang cermat, mengatakan, “ There are the woman who are cocksure, and the woman who are hensure. A really up to date woman is a cocksure woman, she doesn’t have a doubt nor a qualm...”

Menurut kategori D.H. Lawrence, wanita cocksure itu tipe wanita modern, punya kepercayaan diri yang tinggi, ketenangan dan kemantapan jiwa bak ayam jantan beneran. Bila ia berkokok di waktu subuh, itu karena tahu pasti fajar akan menyingsing...Ah ha! Daylihgt, of course, just as I said. Kemudian dengan gagahnya ia akan berjalan ke udara pagi yang terbuka, sambil memastikan, betinanya akan mengikutinya di belakang kemanapun ia melangkah dengan patuh dan timid-timid. Sementara yang bertipe hensure juga punya kepercayaan diri, terutama dalam kerja instinktifnya, mengerami telor dan menjaga anak-anaknya. Tapi ketenangan dan keyakinannya dirinya bersifat pisikal condition, bukan mental sureness seperti pada cocksure woman. Hensure woman sangat gampang terkejut dan ketakutan pada suatu yang datang mengancam dan menggangu.

Dapatlah dikonstatasi behwa perempuan tipe cocksure D.H. Lawrence itu, adalah tipe yang mendobrak dominasi budaya patriarki yang menciptakan dikotomi abadi di masyarakat, antara maskulin (laki-laki) dan feminim ( perempuan). Menurut aktifis perempuan Musda Mulia, maskulinitas dan feminitas itu sejatinya adalah hasil konstruksi sosial, bukan sesuatu yang bersifat kodrati. Buktinya dalam realitas sosiologis di masyarakat banyak juga laki-laki yang penakut, emosional, pemalu dan lemah lembut ( contoh pria metroseksual, pen). Sebaliknya cukup banyak perempuan kuat, berani , perkasa, pantang menyerah, rasional dan sangat tegar. Ringkasnya, menurut Musda Mulia, masyarakatlah yang membentuk laki-laki menjadi kuat dan berani, sedangkan perempuan dibentuk menjadi lemah dan penakut.

Para srikandi itu bukan saja perempuan up to date yang cerdas, berani, maju dan modern, tapi rata-rata punya kemampuan profesional dan pemikiran di atas rata-rata, dus, sudah tentu mereka sangat rasional sekali. Saya melihat mereka sebagi Athena-Athena, dewi kebijaksanaan Yunani, dewi perang dan strategi, serta dewi pelindung kota Athena. Dengan sendirinya mereka akan mampu untuk melihat dan menilai berbagai aspek kemampuan dari capim KPK untuk bisa lolos seleksi mereka. Dengan rasa dan kepekaan mereka, tentu akan bisa menetapkan mana yang pantas dan berkompeten menjadi pmpinan dan anggota KPK. Mungkin dari aspek legal skill dan intelektual, bisa dibaca dengan mudah dan secara kasat mata kemampuan calon dari track record dan konsep pemberantasan korupsi yang dipresentasikan, tapi dari segi kepribadian dan human skill, yang berdasar serta terkait dengan karakter, integritas, keberanian, ketulusan, kejujuran, rasa tanggung jawab dan human relationnya, disinilah diperlu hati seorang ibu atau kepekaan seorang perempuan untuk mendeteksinya.

Jadi sudah tepatlah Presiden kita yang baru, Jokowi dalam memilih timsel capim KPK yang kesemuanya perempuan urban yang pintar, cerdas, terpelajar, perduli, energik dan berwawasan luas serta berkebudayaan tentunya. Atribut-atribut kewanitaan pada umumnya memang selalu diidentikkan dengan keadaban dan kebudayaan, seperi sifat dan sikap bijak, sopan, lembut, halus dan peka pada norma dan nilai-nilai. Pokoknya dengan memfungsikan dan mengerahkan semua aspek maskulinitas serta feminitas yang ada di dada para Srikandi untuk memilih para komisioner KPK yang lebih baik, berani, dan jujur, maka kita bisa berharap di masa depan bangsa ini akan bebas dari prilaku korup dan serakah, minimal berkurang separohnya dan tidak merajalela seperti sekarang.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar