BAH
Resapan air dalam tubuhku,
dalam jiwaku
Tak kuat menampung lagi
Banjir yang menggunung
Tak ada juga pelampung
Hingga aku hanya mengapung
Bah kirimkan segala kotoran
jadi jelaga yang bertimbun
Hati seolah dikepung musuh
tanpa pelindung
Hanya satu kemungkinan
terbebas dari serangan
menggali resapan baru
di dalam diri
Biar segala jelaga
Biar segala kotoran
habis tenggelam
TITIAN RAMBUT
Menetas cintaku dari telor matamu
Kurentangkan titian
di air mengalir deras
Aku meniti
namun tak pernah sampai
Titian seperti bertambah panjang saja
Pohon tua daunan muda
Gedung lama penghuni baru
Terhubung titian rapuh
BITUNG
Bila tiba di Bitung nanti, jangan lupa nikmati
cap tikus di kedai minum
kata teman seperjalanan
kata teman seperjalanan
Aku hanya tertawa kecil
Terkenang Mamat ditinggal kapal
Asyik berlupa dengan aroma spritus
Hingga tanda pluit penghabisan
Kapal Umsini, 1991
PONTIANAK
Dari puncak Hotel Mahkota
kurasakan denyut jantungmu
yang kian melambat
Tersumbat lemak dan sekat Suku Agama
Kapan saja urat nadimu bisa pecah
mengalirkan bau anyir
kepelosok-pelosok negri
Dan bila itu terjadi
Matahari akan mencari
perlintasan lain
Pontianak, 1989
HIPPY TUA
Buat Anto Sumarsono
Entah sudah berapa kali
kita beraksi dan berlagak jadi Cowboy
di pannggung-panggung hiburan
dengan laken dan baju kotak-kotak
Dan setiap pertunjukan
adalah totalitas bagimu
Tak pernah kau sia-siakan
untuk jadi Personator,
Hank William, Don Mc Clean, Ricky Skage, Allan Jackson
Bahkan Elvis Presley
Semua menyatu dalam dirimu
Kau The Old Hippy
yang menggenggam nafas zamanmu
lewat lagu-lagu Western, Blue Grass, Cajun dan Gospel.
Speaker kadang bergetar oleh suaramu
Panggung bergoyang karna aksimu
Penonton kau buat larut dan hanyut
dalam tema-tema alam, cinta dan Tuhan.
Kau The Old Hippy, telah tiada
Kini kami mengenangmu
Jakarta, 2000
Di MALAHAYATI
Di senja itu
kau jadi labuhan hati
Di atas bukitmu
Pohonan pinus senandungkan cinta
Lampu-lampu kapal
bagai mata anak perawan
Sepimu sepi abadi
Selalu orang-orang pulang lebih awal
Sebelum Magrib tiba
dermaga telah lelap tertidur
Di sini seperti tak pernah
melintas sejarah kebesaran Aceh
Apakah Hamzah Fansuri pernah kemari?
atau Nuruddin Ar Raniri............
Malahayati, 1987
PELAYARAN
Aku berlayar di lautMU
dengan hati galau
Pusaran angin tak menentu
cuaca berubah cepat
Sudah lama aku tak tahu
arti isyarat burung
bahasa awan dan nubuat mendung
Bila demikian, sebesar apapun perahuku
pastikan karam dan tenggelam
Tapi siapa yang mengatasi kasih sayangmu
takdir dan kuasamu
Jika perahu karam
andai aku tenggelam
untuk siapa semua itu?
Tuhanku, aku bukan apa-apa di hadapanmu
MIMPI CALON SUFI
Subuh yang basah oleh cinta
Mimpi sahaya asyik masyuk
Sedang kotoran bertumpuk-tumpuk
Manuk-manuk cintaku membumbung tinggi
melesat di tubuh angin
Tapi kan sia-sia pendakian
akan habis perbekalan
Karena tujuan begitu jauh
dan kendaraan begitu rapuh
Tapi haruskah ada persatuan
dan lenyap semua bagian?.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar