Senin, 10 Februari 2014

MERPATI OH MERPATI

Mengering sudah bunga di pelukan / merpati putih berarak pulang / terbang menerjang badai / tinggi di awan / menghilang di langit yang hitan…

Seorang pengamat penerbangan mengatakan ketika Japan Air line merugi dan nyaris kolaps, pemerintah Jepang menyuntikkan dana untuk menghidupkannya kembali. Begitu juga dengan perusahaan penerbangan Casa Spanyol yang dibantu pemerintah meski dalam masah sulit akibat krisi ekonomi Eropah. Merpati Nusantara Airline milik pemerintah ( BUMN ) malah kini dibekukan oleh pemerintah disaat mengalami kemelut yang menyangkut keuangan dan managemen yang tentu saja membuat 2000 karyawannya resah lantas melakukan demonstrasi . Disamping gaji karyawan belum dibayar selama dua bulan, juga mengharapkan agar pemerintah tidak mengambil jalan pintas dengan melikwidasi dan menyatakan merpati pailit. Ingat, pemerintah dan masyarakat Belanda kini menyesal karena telah melikwidasi Fokker, maskapai penerbangan mereka.

Sejatinya merpati memang jangan dibiarkan mati begitu saja, karena telah lima puluh tahun lebih mengabdi republik melayani rute-rute perintis yang sepi, gurem dan tidak menjanjikan secara ekonomi ( profit ). Kalaupun ada tuduhan bahwa telah terjadi kesalahan oleh oknum-oknum karyawan atau pilot, tapi itu tidak signifcan dibanding kesalahan managemen atau penyelewegan yang dilakukan oleh para direksinya. Mana mungkin manipulasi yang dilakukan karyawan bisa mencetak hutang merpati sampai 6, 7 trilyun, ini pasti permainan pada tingkat elite intern maupun ekstern merpati. Sudiyanto, ketua forum pegawai merpati mengatakan bahwa merpati dibawah dirut Sarjono Joni, malah membuat merpati kompetitif dan punya prospek bagus, tapi setelah diganti oleh Rudiy Setyopurnomo, merpati mulai berdarah-darah. Dan mereka juga minta agar dirut sekarang Capt Asep Ekanugraha, diganti dengan Sarjono joni yang dianggap lebih kapabel dan punya networking yang luas.

Menteri BUMN Dahlan Iskan telah memberi lampu hijau bahwa ada kemungkinan merpati akan diaktifkan lagi, dan untuk menunjang biaya operasional, beliau berencana menjual dua anak perusahaan merpati yang bergelut dibidang maintenance dan sumber daya ( training) senilai 300 milyar. Tapi Dirjen Perhubungan Udara, Herri Bakti, mengusulkan agar ditempuh dua opsi, yakni membuat perusahaan atau entitas baru baru menggantikan managemen merpati agar bisa bankable dan dipercaya investor, sembari tetap dibantu keuangannya oleh pemerintah, seperti apa yang telah dilakukan pemerintah terhadap Garuda di tahun 2006. Menurut Herri, kemampuan keuangan merpati saat ini tidak bisa lagi mendukung sebuah system penerbangan yang safety, dan dirjen sebagai regulator tentu punya kekhawatiran tentang itu.

Pokoknya apapun solusinya, jangan sampai membuat ekonomi rakyat dan konektivitas antar daerah terganggu karenanya. Memang merpati sudah tidak mungkin lagi bermain diwilayag pesawat boing diatas 100 sitter, apalagi untuk membuka ‘beachfront, pasar di luar negeri, tapi hanya mungkin di arena feeder atau perintis yang konsumennya “cost conscious” bukan businessmen’s airline. Di zona ini rata-rata pengguna jasa burung besi terbang adalah pedagang kecil menengah atau wisatawan domestik, bahkan para big family yang mau sekedar bersilaturahmi dengan kerabatnya di seberang gunung atau pulau dengan membawa oleh-oleh, seperti ayam, ternak, buah atau sayur mayur. Saya pernah lihat fenomena ini di bandara Timika, Papua. Di rute itu merpati masih punya pesawat MA 60 buatan China serta beberapa twin otter dan casa, diharap juga akan menggunakan pesawat buatan dalam negri, N 219 buatan PTDI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar