Sabtu, 23 Agustus 2014

IKRAR TAMMEJARRA I

Inggai para dipokedoi kedota, diposepaqi sepaqta, dipesoei soetaq, disesena panggauang na mappatumballeq litaq. Inggai sitaiyang apiangang, tang sitaiyang adaeang. Manus siorongngi, maraqba sipatokkong, malilu sipakaingaq, di buttu di lappar, andiangi tau mala sisaraq malluluareq. Madondong duang bongi, anna diang pole sara, na mappatumbiring litaq anna disulluqi tammala, diliqai tammala, diondomgi tammala, maqganna tomi tia tommuane, na maqoroang naung lette inggana lekkoang, anna mambereq di olona litaq. Innai-innai mamboeq pura lao, marrusaq allewuang, andiang towomi tia na nasayangngi litaq, na disambaling tomi tia me ita tama. Na narua toi tunda simemanganna to diolo, maqbulu pindang tammaqbulu penjari-jarianna. Pappang na piindaqi pappang raqba, ayu napituqgalangi ayu sapeq, mequwake rattas bomi, melloqi jato bomi, meanaqi sangga ulu, meanaqi sangga letteq, meanaqi takkeulu, meanaqi takkeletteq. ( Marilah kita berprilaku sesuai prilaku kita masing-masing demi menegakkan dan kebaikan tanah tumpah darah. Marilah kita saling mencarikan kebaikan tak saling mencarikan keburukan, hanyut kita saling membantu, berenang menyelamatkan, runtuh saling menegakkan, keliru saling mengingatkan, di gunung di daratan rendah, kita tidak berpisah sebagai sesame saudara. Besok atau lusa ada bencana yang datang mengancam, yang akan menghancurkan negara, dan akan menjongkok tak akan terlalui, dilangkahi tidak bisa, dilompati tidak bisa, maka pada saat itulah sampai waktunya laki-laki patriot akan menanam kaki sampai ke lutut dan rela terkapar dipangkuan ibu pertiwi. Siapa-siapa kita yang mengingkari kata sumpah yang telah diucapkan, merusak mufakat, maka dia tidak akan disayangi oleh negara, dia akan berada di luar tanpa perlindungannya. Ia juga akan terkena sumpah kutukan leluhur, pirimg ditumbuhi bulu tapi keturunannya tidak akan pernah ditumbuhi bulu atau menjadi, ia menginjak tepi jurang, tepi jurang akan runtuh, ia berpegang pada dahan kayu, dahan kayu akan patah, ia berakar lantas putus lagi, ia mekar lantas rontok lagi, melahirkan anak hanya berupa kepala, melahirkan anak hanya berupa kaki, melahirkan anak tanpa kepala, melahirkan anak tanpa kaki.)

Ikrar yang dibuat oleh para raja atau kepala wilayah di Mandar tempo dulu diatas, kira-kira abad ke 14 atau 15, di Tammejarra, Balanipa, adalah sebuah monument demokrasi-politik, budaya dan social capital yang tinggi tiada tara. Sebuah fondasi otentik tentang pembentukan masyarakat madani atau civil society yang progressif dan melampaui jamannya serta penegasian masyarakat natural yang tanpa nilai, norma, aturan dan komitmen. Suatu penyatuan niat dan kehendak, mirip ‘Sumpah Pemuda’ yang bermuara pada suatu penyatuan politik atau konfederasi antar kerajaan yang ada di Pitu Baqbana Binanga - Balanipa, Banggae, Pamboang, Sendana, Tappalang, Mamuju dan Binuang- yang direalisasikan pada Ikrar Tammejarra II dengan perumusan visi, tugas, kepemimpinan yang lebih kongkrit.

Pada ikrar Tammejarra I, telah ditetapkan apa yang harus menjadi pegangan nilai dan norma konfederasi ke depan serta menegaskan janji persatuan beserta sangsinya bagi yang melanggar. Namun juga ada dictum yang bersifat preventif, yakni keharusan untuk saling mengingatkan, saling tolong menolong dan saling mendukung dalam setiap permasalahan. “ Inggai sitaiyang apiangang, tang sitaiyang adaeang, manus sioranggi, raqba sipatokkong, malilu sipakaingaq. Dan juga klausul yang menekankan pentingnya memegang teguh janji atau ikrar yang telah diucapkan.

Rumusan “Inggai para dipokedoi kedota, diposepaqi sepaqta, dipesoei soetaq, diseseqna panggauang na mappatumballeq litaq,” adalah pengakuan yang nyata pada prinsip kebebasan individu atau otonomi wilayah dan kedaulatan kolektif atau negara. Secara budaya adalah suatu penghormatan yang nyata pada kekahasan, adat dan tradisi masing-masing wilayah. Pitu Baqbana Binanga lebih mirip sebuah masyarakat ekonomi politik katimbang sebuah konfederasi, apalagi suatu negara federal atau kesatuan. Jadi jauh sebelum terbentuknya ‘ Masyarakat Ekonomi Eropa’ atau Masyarakat Ekonomi Asean’ tahun depan yang sejatinya juga saling bersatu dan mendukung secara social politik, di Mandar sudah ada ‘ Masyarakat Ekonomi politik Mandar’. Barangkali aliansi atau asosiasi yang bersifat permanen dan konsolidatif itu barangkali dimaksudkan untuk menghadapi atau mengantisipasi kekuatan kerajaan Bone atau Goa di masanya yang memang saling bersaing untuk melakukan hegemoni bahkan penguasaan atas negri-negri tetangganya. Menurut sebuah sumber sejarah, dengan kekuatan politik, militer dan ekonomi kerajaan Goa, Mandar pernah menjadi daerah vassalnya atau menjadi yang disebut ‘ Palili ata matene’ atau ‘Palili ata rikale’.

Tapi yang pasti, apakah fakta itu benar atau tidak , bahwa Mandar pernah jadi daerah palili. dengan adanya Ikrar Tammejarra I atau II, sebagai fakta persatuan semacam Nato atau Fakta Warsawa, kerajaan-kerajaan di Mandar menjadi tidak mudah untuk dikuasai oleh kerajaan manapun di Sulawesi atau di Nusantara. Malahan di masa To Matindo di Marica, Mandar atau Balanipa bisa memukul mundur agresi atau invasi kerajaan Bone.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar