Sabtu, 30 November 2013

ESKATOLOGI ISLAM



Manusia, siapapun dia, presiden, raja, menteri, gubernur, bupati, orang kaya atau miskin, orang Asia, Amerika, atau Afrika, tua muda, pria dan wanita pasti akan sampai pada maut atau kematian. Menurut para arif billah. Manusia sebagai mikrokosmos, sebagaimana alam semesta atau makrokosmos akan mengalami kiyamah al-shagir sedangkan alam raya mengalami kiyamah al-kabir atau kiamat besar. Keadaan ini akan terjadi berdasar atas ketentuan Tuhan. Para ilmuwan telah meramalkan bahwa 3000 milyar tahun lagi akan terjadi tabrakan antar galaxy yang akan meluluh lantakkan alam semesta yang dimulai dengan benturan antara galaxy andromeda vs galaxy bimasakti. Mungkin saja yang menginisiasi moment hebat itu, adalah yang telah difirmankan Allah SWT dalam Qur’an An Naml ayat 87 “ Dan ingatlah hari ( ketika ) ditiup sangkakala, maka terkejutlah(ketakutan) segala yang di langit dan segala yang di bumi.”

Tapi bukan peristiwa kiamat besar itu yang akan dibahas di sini, tapi kiamat kecil yang telah membuat banyak orang ketakutan akan datangnya. Padahal menurut Jalaluddin Rumi, orang yang takut pada ajal adalah orang yang takut pada wajah dan keburukannya sendiri. Al Gazali mengatakan mengatakan bahwa pada waktu mati manusia terjaga dan dapat melihat perkataan, perbuatan dan sifat-sifatnya sendiri. Segala sesuatu yang tersembunyi dalam pengetahuannya tersingkap dan menjadi nyata. Al Tusi berkata “ barang siapa yang takut mati, sebenarnya takut menyaksikan hakikat hidupnya sendiri dan takut melihat dosa-dosanya sendiri.”

Kate Holliday dalam sebuah tulisannya yang berjudul “ Bagaimana Rasanya Menghadapi Maut” telah mengutip statemen-statemen dokter-dokter terkemuka tentang sifat maut. Sir William Osler mengatakan” Banyak orang menghadapi maut bukan sebagai pahlawan, tapi dari pengalaman saya sebagai dokter yang begitu luas, mereka mati tanpa merasa sakit atau takut. Boleh dikata manusia itu tidak banyak menyadari dirinya dalam menghadapi maut seperti halnya ia lahir ke dunia. Karenanya manusia memenuhi pikirannya dengan sinar bayangan yang tidak berdasarkan kenyataan lagi.” Tak satupun dokter yang menolak statemen Sir William itu. Bahkan Dr. Frank Adair mengkonfirmasinya dengan berkata” Tuhan adalah begitu baik terhadap manusia. Sehingga rasa takut yang rata-rata diidap oleh setiap orang sepanjang hidupnya akan lenyap berceceran pada saat-saat menjelang maut.”

Sinar bayangan yang tak berdasar kenyataan itu dalam istilah Bugis adalah “ Wanua Wajo-wajo” atau negeri bayang-bayang. Disebut juga “ Majasulo” sebuah kilatan seperti sinar nyala api. Yang adakalanya nampak keluar dari tubuh ketika orang sedang sakaratul maut, sebagai pendahuluan ajal. Sering bertukar arti dengan Bannapati atau Sumangek. Dalam syair-syair La Galigo, Sawerigading, dikisahkan bisa mengirim wajo-wajonya kepada istrinya yang dalam keadaan sakit. Sedangkan seorang Bissu bila sedang tak sadarkan diri, pamanaya, wajo-wajo dan atau majasulonya, pergi duduk bersimpuh di hadapan dewata yang sedang dihubunginya. Kematian menurut orang Bugis bila semua itu telah padam.

Dalam perspektif Islam, sebagaimana yang terungkap dalam kitab dan berbagai sumber, apabila seseorang sedang Naza atau sakaratul maut, maka ketika ruhnya sampai pada kerongkongannnya akan terdengar suara yang mengatakan, “ Tinggalkan ia sampai anggota-anggota badan itu meminta izin untuk berpisah dengan anggota badan lainnya. Maka mata meminta izin pada mata lainnya, sambil mengucapkan salam, “ Assalamualaikum ila yaumil kiyamah.” ( keselamatan semoga tetap bagimu sampai hari kiamat). Demikain pula antara dua telinga, tangan, kaki semuanya sama melakukan hal yang serupa. Lalu ruh mengcapkan selamat tinggal kepada badan.

Jadi kematian tak perlu kita takuti sejauh kita mengamalkan semua perintah dan larangan Allah swt selama hidup di dunia fana ini. Kematian adalah niscaya dan ketakutan terhadapnya hanya sebuah ketidak mengertian dan kesalah fahaman. Karena menurut pengalaman manusia-manusia yang bisa dipercaya, kematian akan datang pada kita seperti langkah-langkah merpati bukan seperti terkaman dan auman harimau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar