Jumat, 16 November 2012

Empat Puisi Tanpa Judul



Dari gerbang Paku sampai ujung Suremana, jalan akan panjang dan berliku, makanya aku akan singgah saja di Polewali, tanah kelahiran. Aku akan mencarimu di Lampa, sebuah tempat yang kukenal dan indah dari bibirmu. Di sini takkan lagi ada cerita tentang Balunnus yang muncul di Timur, dan Towalu yang tenggelam di barat, melainkan penari Pattu'du akan muncul dari balik tirai kuning dengan wajah, sanggul, dan dalinya yang bulat, serupa hati kita yang telah si allewuang.

Bagaiman dapat kusingkap hijab ini?
bila aku melupakan yang menciptanya
Tuhanku, ada mataku gelap memandang
karna ilusi yang tercipta di hati tak mau usai.

Pada lintasan hujan
ada jejak-jejak yang basah
reranting patah di rerumputan
berharap kau pungut lalu tegakkan!
sebelum datang angin mengeringkannya.

Terkadang kau memandangku dengan mata hitam, bercampur merah, dengan sungging senyum di bibr yang pucat, namun bukan aku pemberi warna itu, sampai ke lubuknya hatiku, ia di lumuri hand body yang putih dan beraroma harum. Dan aku hampir pasti kau juga begitu, hatimu beru-beu!, dari Kandemeng lagi, bukan begitu Alvi Yanita?. Selanjutnya, mari kita anggap warna dan nuansa yg sering berupa di hati kita adalah candaan alam asuhan mentari yang nanti juga menghilang seiring kasih yang kian menebal.dalam putih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar