Sabtu, 20 Desember 2014

IBUKU, IBUMU DAN IBU KITA


Tak ada substitusi bagi peran seorang ibu, apalagi untuk menggantikannya. Cinta ibu kepada anaknya adalah pupuk kehidupan yang melebihi peran pupuk bagi tanaman. Manusia hanya bisa lahir, tumbuh dan berkembang dengan kasih sayang dan cinta ibu. Tanpa semua itu, seorang anak manusia mungkin tampak kuat dan survive, namun ia ibarat pohon rapuh yang keropos dari dalam. Sedikit saja badai derita menerpa, maka manusia rapuh itu akan tantrun, prilaku cengeng anak kecil yang ditinggal pergi ibunya, ke pasar atau ke tempat kerja.

Ya, anak yang lahir normal dengan perangkat psikis dan pisik yang lengkap atau sempurna, selalu kan mengalami tantrum atau menangis meraung-raung, sedih, dan nelangsa, dengan wajah penuh ingus dan airmata jika berpisah dengan ibunya walau sebentar. Anak tak mau tau dan mengerti jika akan berpisah dari sang idola pertamanya. Bahkan akan membanting mainan serta membuang kuenya jika ditinggal pergi ibu. Sebutlah seribu pemimpin kuat dan berpangaruh di dunia dewasa ini, lalu teliti masa kecilnya, maka pasti semua pernah mengalami tantrum di masa golden age itu.
Pada era golden age, kira-kira satu sampai lima tahun, sifat dan watak anak terbentuk. Dan jika di sini anak mengalami kekurangan atau kehampaan kasih sayang, perhatian dan kelola ibu yang mumpuni, maka jangan harap di periode-periode berikutnya sang anak akan bisa tetap sehat secara mental walau fisiknya tumbuh normal. Di masa ini pula sekolah pertama dimulai. Maksimalisasi otak kiri dan otak kanan terjadi secara cepat, potensi, bakat dan kecerdasan anak terbentuk dan dipatenkan di sini.

Ada banyak cara manusia modern untuk memperkuat otak kiri dan kanan anak dimasa balita. Misalnya dengan memperdengarkannya musik-musik klasiek, terutama olahan Mozart katanya baik untuk merangsang kedua belahan otak itu. Di Singapura, anak-anak telah diajarkan musik sejak dini, di Jepang anak-anak balita atau sedikit di atasnya, telah melakukan konser biola dan piano di mana-mana bahkan pernah di markas PBB dalam jimlah ribuan. Tapi dasar bagi semua itu adalah pola asuh ibu yang baik dan benar. Tanpanya, apapun yang dilakukan untuk membut anak cerdas, berwatak dan bermoral akan sia-sia. Betapa anak bisa memainkan jemarinya untuk menggesek biola atau memencet tut-tuts piano jika tiada sang ibu disamping yang memperhatikannya dengan cinta. Yang menggerakkan jemari-jemari anak untuk lincah dan kreatif bermusik sejatinya adalah senyum penuh kasih sang ibu. Jika pendampingnya adalah ayah atau tante, maka kemampuan anak tak akan berkembang secara maksimal, salah-salah biola dibantingnya. Itulah sebabnya pada setiap konser musik atau lomba melukis anak, yang mendominasi kehadiran adalah para ibu. Bisa dibilanng peristiwa itu adalah perayaan kaum Ibu.

Mengetahui betapa penting peran ibu bagi kehidupan anak manusia, maka sajokyannya para ibu mau mengurangi kegiatan di luar demi anaknya, apakah sebagai pencari nafkah atau pekerja sosial. Masalah yang dihadapi anak-anak era millenium sangat banyak dan sangat membutuhkan solusi yang tepat, benar dan cerdas. Aspirasi dan wawasan anak sudah jauh meninggi melampaui anak-anak jadul. Kita tak akan mencari kambing hitam atas banyaknya anomali kehidupan anak saat ini, lebih baik para ibu berbenah dan memoratorium aneka keinginan duniawi yang serba menggoda dan merangsang. Terutama di masa golden age anak, ibu-ibu harus lebih banyak menghabiskan waktu di rumah mengurus anak katimbang banyak berinteraksi dengan kolega atau teman sejawat di jalan-jalan atau di kantor. Resiko terlalu berat untuk ditanggung jika hal ini dibaikan. Penyesalan juga akan tiada gunanya jika anak-anak telah menjadi anggota geng motor di waktu remaja, atau melecehkan dan dilecehkan orang. Anak yang suka melakukan bulying dan tindak kriminal adalah anak yang kurang perhatian dan nasehat ibu. Anak yang jadi korban pelecehan seksual juga akibat kurang bimbingan dan pengawasan sang ibu, pendidik sejati. Jadi para ibu-ibu di masa kini mesti lebih banyak mengerti akan kesulitan anak-anaknya kini, yang kian rentan dan terancam oleh perkembangan teknologi dan informasi yang tak tertanggulangi lajunya.

Bukan masanya lagi untuk selalu mendengung-dengungkan ungkapan “ Sorga di bawah telapak kaki ibu” atau kerap mmbaca kisah Si Malin Kundang yang dikutuk ibunya karena ‘ dorako”, lalu terus mengharap penghormatan dan kepatuhan anak tanpa reserve. Menurut agama yang saya anut, agama Islam, ibu harus dihargai tiga tingkat di atas bapak, tapi kondisi ideal itu hanya bisa datang jika ibu betul-betul menghabiskan sebagian besar waktu demi anaknya, sehingga kelak ibu akan beroleh penghormatan luar biasa dari anaknya. Rasul bersabda “ anak dilahirkan suci ibarat kertas putih, orang tuanyalah yang menjadikannya ini itu, begini dan begitu” Ini juga sejalan dengan teori ‘tabularasa’ John Locke yang mengisaratkan pentingnya peran ibu untuk menjadikan anaknya menjadi “anak yang saleh atau menjadi anak yang salah.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar