Kamis, 12 Februari 2015

SI VIS PACEM PARA BELLUM

Banyak sekali hipotesa sejarah tentang masuknya Islam di Nusantara dan wilayah-wilayah kerajaan mesti ditinjau ulang atau direkonstruksi karena penuh dengan kesimpang siuran yang membuat kepala pusing tujuh keliling dan tak menemu validitas ilmiah untuk jadi pegangan mengajar dan berwacana. Islam merembes masuk ke bumi pertiwi secara damai ( pacific penetration). Dengan cara damai, melalui saluran pendidikan, budaya, atau perkawinan. Namun adanya fakta peperangan sebagai bagian dari Islamisasi di Nusantara tidak bisa dinafikan.Tentu saja bukan perang yang brutal dan bersifat imperialis.Islam memang baru efektif penyebarannya di Pulau Jawa setelah Raden Fatah yang mendirikan kerajaan Demak atas anjuran para wali, menyerang Majapahit yang sudah doyong di tahun 1478. Sebelumnya, Raden Rachmat atau Sunan Ampel dengan lemah lembut, persuasif dan cara dialog berusaha menyeru Prabu Brawijaya V raja Majapahit, agar mau memeluk Islam, namun ditolak oleh prabu dengan jawaban, “ Sebetulnya saya tahu bahwa agama Islam itu bagus, tapi saya terpaksa tidak bisa mengikutinya karena saya tidak bisa meninggalkan agama yang saya sudah peluk semenjak dahulu dan semenjak nenek-nenek kita dulu. Namun penolakan itu tidak menghentikan Sunan Ampel untuk berdakwah secara damai dan tekun. Apalagi Brawijaya tidak menghalangi niat tulus tersebut untuk menyebar salam di kalangan keluarga raja dalam wilayah kerajaan Majapahit. ( Bisri Mustofa)

Wali Songo yang melakukan dakwah secara damai, dengan cara dialog, persuasif serta menyesuaikan secara kondisional justru sekarang ini dihujat karena dianggap telah menghukum mati secara tidak adil Syech Siti Jenar, salah seorang yang dianggap wali yang mengajarkan aliran Wahdatul Wujud. Banyak buku dan publikasi telah diterbitkan yang mengesankan bahwa para wali telah melakukan kezaliman dan menyukai kekerasan dalam usahanya menyebarkan Islam di Tanah Jawa. Padahal menurut Kiay Said Agll Siraj, jatuhnya Majapahit sebagai simbol kemenangan Islam, tanpa menumpahkan darah setetespun. Ini sesuai anjuran Rasulullah yang menginginkan perang sebagai ‘The Last Resort” kalaupun harus dilakukan harus dengan cara beradab. Kendati dalam perang Uhud Nabi sempat terluka, mengucurkan darah dan sempat pingsan oleh lemparan batu Uthbah ibnu Abi Waqash, namun Nabi tak jemu menyeru untuk melakukan perang dengan memegang teguh etika.

Menurut Rasul, perang dilakukan untuk menegakkan kedamaian. Beliau selalu berpesan agar dalam semua situasi perang aspek kemanusiaan diperhatikan. Sekiranya pembunuhan harus dilakukan maka tidak boleh memukul wajah, karena di sana terdapat nilai kehormatan manusia. Tidak boleh membunuh orang-orang jompo, para pendeta, anal kecil dan kaun wanita. Apa yang dipraktekkan Rasul sejalan dengan ungkapan yang pernah diucapkan seorang penulis militer Romawi, Publius Flavius Renatus, “ Jika kau mendambakan perdamaian, bersiap-siaplah menghadapi perang” (Igitur Qui deciderat pacem, praeparet bellum atau Ci vis pacem para bellum ). Adagium ini juga sering dikutip oleh mantan Menhankam/Pangab, M. Jusuf ketika melakukan konsolidasi dan pengembangan TNI/Polri di era Orde Baru.

Di salah satu buku yang bercerita tentang penghukuman mati Syech Siti Jenar oleh para Wali, ada tertulis sbb : Alkisah ketika Siti Syech Jenar dalam perjalanan pulang dari padepokan Sunan Giri di Gresik ke Cirebon, beliau singgah di Pengging, Boyolali, untuk bertemu dengan Ki Kebo Kenongo, putra Prabu Barawijaya V yg juga adalah ayahanda Raden Fatah, tujuannya untuk bersilaturrahmi. Kemudian keduanya saling memperkenalkan keyakinan masing-masing. Syech Siti Jenar menjelaskan konsep ajaran Islam, dan Ki Ageng Pengging menuturkan konsep-konsep ajaran leluhurnya. Dalam dialog yang konstruktif itu, muncul kesadaran Ki Ageng akan kekeliruan ajaran agamanya, dan akhirnya menguacapkan dua kalimat sahadat. Islamnya Kebo Kenongon, bangsawan tinggi Majapahit itu tentu saja menjadi sebuah magnit yang telah menarik bangsawan dan kaum rakyat jelata untuk berbondong-bondong mempelajari dan masuk Islam. Sejak itu Padepokan Lemah Abang yang didirikan Syech Siti Jenar menjadi Ramai, dan menandingi padepokan gurunya Sunan Giri. Dari sini tragedi Syech Siti Jenar bermula, beliau dihukum mati karena dianggap mengancam wibawa dan kharisma para wali yang didukung oleh kerajaan.

Islamisasi yang dilakukan kerajaan Goa dan Tallo juga memerlukan bertahun peperangan sampai seluruh wilayah Sulselbar bisa berada dibawah panji Islam. Seruan Sultan Alauddin kepada kerajaan tetangga untuk masuk Islam ditolak keras. Menurut H. A. Massiara, ajakan itu dengan mudah diterima diterima oleh kerajaan-kerajan kecil disekeliling Goa. Tapi Bone, Soppeng, Wajo Ajatappareng dan Balanipa dan kerajaan Mandar lainnya tidak mudah untuk menerima Islam begitu saja. Ada ketakutan pada imperialisme Goa saat itu, serta rasa enggan untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama yang penuh maksiat. Atas realitas itu, Goa terpaksa memaklumkan perang. Empat kali dikiriim balatentara untuk memerangi raja-raja Bugis, akan tetapi selalu dkalahkan oleh persatuan tellumpoccoe, yakni Bone, Soppeng dan Wajo. Barulah setelah usaha dan perjuangan yang tak kenal lelah dengan tentu saja mengorbankan ribuan nyawa prajurit dikedua belaj pihak, Islam diterima di Bone tahun 1611, Soppeng tahun 1609, dan Wajo tahun 1610. Sedangkan Luwu dan Mandar telah Islam sebelum adanya malumat perang. Begitu juga Tellu Lembana Tellu Batu Papan di Enrekang. Jadi selama waktu antara 1605, sejak Goa dan Tallo menjadi kerajaan Islam sampai tahun 1612, Islam telah menyebar dengan jalan perang dan damai sekaligus.Nantilah setelah melewati perang yang melelahkan dan terpaksa, penetrasi damai bisa dilakukan.

Sejarah awal mula Islam di Goa dan Tallo memang adalah sebuah monumen perdamaian yang mulus dan lancar. Adalah keturunan Wan Umar bangsawan tinggi Melayu dari Istri putri Raja Banjar, Datuk Maharaja Bonang yang datang ke Makassar mempersembahkan kepada raja Goa, I Mannarinna Gau Karaeng Lakiung Tunipallangga, seperangkat hadiah barang berharga tinggi dan pusaka kerajaan Melayu. Dan karenanya datuk Maharaja mendapat konsesi dan tempat tinggal tetap di wilayah kerajaan Goa. Salah seorang keturunan datuk Bonang yang bernama Ince Sabutung masuk ke Mandar dan mempersunting putri Mara’dia Balanipa yang kemudian melahirkan ince-ince di Mandar yang sekarang menyebar dan menjadi bagian tak terpisahkan dengan Suku Mandar, salah satunya adalah penulis sendiri.

Tidak lama kemudian datuk Bonang mengundang tiga ulama yang berasal dari Minangkabau, yakni Sulaiman Khatib Sulung ( Datok ri Pattimang), Abdul Makmur, Khatib Tunggal ( Datok ri Bandang), dan Abdul Jawad, Khatib Bungsu ( Datok Bungsu). Oleh dakwah ketiga ulama ini, maka raja Goa dan Tallo pun masuk Islam. Raja Goa yang bergelar Tu Menanga ri Gaukanna ( nama aslinya I Mangerangi dan nama sehari-hari Daeng Manrabia) membaca sahadat pada 22 September 1605 ( 19 Jumadil Awal 1015 Hijriah) malam jum’at. Abu Hamid mengatakan peristiwa sakral itu terjadi pada 20 Sepetember atau 9 Jumadil Awal 1015 H) pada jamat siang. Pengislaman raja Tallo I Malingkaan Daeng Manyori juga pada waktu yang sama. Setelah raja Gowa dan raja Tallo memeluk Islam, agama Islam dimaklumkan sebagai agama resmi kerajaan. Goa dan Tallo lalu menjadi pusat penyiaran Islam di Sulawesi Selatan Barat. Menurut syariat Islam bahwa setiap muslim adalah pendakwah, maka kewajiban itu dilaksanakan oleh raja Gowa dengan mengrim seruan kepada raja-raja Bugis dan Mandar, sebelum memaklumkan perang sebagai akibat penolakan atas seruan mulia tersebut.

Sebelumnya usaha dakwah bil hasanah, bil hal dan bil lisan telah dilakukan oleh Goa dengan mengirim ketiga ulama kedaerah-daerah sesuai dengan keahlian dan permasalahan yang ada. Datok ri Bandang mendatangi dan berdakwah di daerah-daerah yang gemar melakukan perjudian, minum arak atau Ballo, melakukan praktek riba dan suka berzina. Di daerah ini ditanamkan penguatan hukum-hukum syariat. Datuk ri Pattimang menyambangi daerah Bugis yang kuat berpegang pada kepercayaan lama yang menganggap Tuhan Yang Maha Esa adalah Dewata SeuwaE. DI sini ditekankan diajarkan ilmu kalam dan penekanan pada Tauhid. Sedangkan Datok ri Tiro mengunjungi daerah Makassar dan Bugis yang kuat berpegang pada kebatinan dan ilmu sihir. Beliau melakukan pendekatan Tasawuf ( mistik Islam) berdasar pada faham Ahlul Sunnah wal Jamaah.

Jika kita membaca sirah Rasulullah, akan diketahui bahwa Islam bisa bertahan dan menyebar setelah melewati ketegangan, konplik dan aneka peperangan yang kerap. Namun beliau tidak pernah mau memilih jalan perang terhadap para raja dan kaum jahiliyah, jika tidak diperangi, selamanya jalan damai dan seruan dakwahlah yang diutamakan, perang adalah langkah terakhir. Nabi pertama sekali akan menyeru secara persuasif, misalnya dengan mengirim surat dan utusan kepada para penguasa, seperti terhadap Heraclius, raja Persia, raja Habsyi, raja Qibthi di Mesir, atau kepada Muqauqis. Bahkan kaum Muslimin diperintahkan oleh Nabi untuk membalas secara sepadan jika diserang. Ini adalah perintah Qur’an, “ Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itu adalah yang lebih baik”. Perang terpaksa dilakukan jika memang itu tak bisa dihindarkan.

1 komentar:

  1. KISAH NYATA..............
    Ass.Saya IBU SERI HASTUTI.Dari Kota Surabaya Ingin Berbagi Cerita
    dulunya saya pengusaha sukses harta banyak dan kedudukan tinggi tapi semenjak
    saya ditipu oleh teman hampir semua aset saya habis,
    saya sempat putus asa hampir bunuh diri,tapi saya buka
    internet dan menemukan nomor Ki Dimas,saya beranikan diri untuk menghubungi beliau,saya dikasi solusi,
    awalnya saya ragu dan tidak percaya,tapi saya coba ikut ritual dari Ki Dimas alhamdulillah sekarang saya dapat modal dan mulai merintis kembali usaha saya,
    sekarang saya bisa bayar hutang2 saya di bank Mandiri dan BNI,terimah kasih Ki,mau seperti saya silahkan hub Ki
    Dimas Taat Pribadi di nmr 081340887779 Kiyai Dimas Taat Peribadi,ini nyata demi Allah kalau saya bohong,indahnya berbagi,assalamu alaikum.

    KEMARIN SAYA TEMUKAN TULISAN DIBAWAH INI SYA COBA HUBUNGI TERNYATA BETUL,
    BELIAU SUDAH MEMBUKTIKAN KESAYA !!!

    ((((((((((((DANA GHAIB)))))))))))))))))

    Pesugihan Instant 10 MILYAR
    Mulai bulan ini (juli 2015) Kami dari padepokan mengadakan program pesugihan Instant tanpa tumbal, serta tanpa resiko. Program ini kami khususkan bagi para pasien yang membutuhan modal usaha yang cukup besar, Hutang yang menumpuk (diatas 1 Milyar), Adapun ketentuan mengikuti program ini adalah sebagai berikut :

    Mempunyai Hutang diatas 1 Milyar
    Ingin membuka usaha dengan Modal diatas 1 Milyar
    dll

    Syarat :

    Usia Minimal 21 Tahun
    Berani Ritual (apabila tidak berani, maka bisa diwakilkan kami dan tim)
    Belum pernah melakukan perjanjian pesugihan ditempat lain
    Suci lahir dan batin (wanita tidak boleh mengikuti program ini pada saat datang bulan)
    Harus memiliki Kamar Kosong di rumah anda

    Proses :

    Proses ritual selama 2 hari 2 malam di dalam gua
    Harus siap mental lahir dan batin
    Sanggup Puasa 2 hari 2 malam ( ngebleng)
    Pada malam hari tidak boleh tidur

    Biaya ritual Sebesar 10 Juta dengan rincian sebagai berikut :

    Pengganti tumbal Kambing kendit : 5jt
    Ayam cemani : 2jt
    Minyak Songolangit : 2jt
    bunga, candu, kemenyan, nasi tumpeng, kain kafan dll Sebesar : 1jt

    Prosedur Daftar Ritual ini :

    Kirim Foto anda
    Kirim Data sesuai KTP

    Format : Nama, Alamat, Umur, Nama ibu Kandung, Weton (Hari Lahir), PESUGIHAN 10 MILYAR

    Kirim ke nomor ini : 081340887779
    SMS Anda akan Kami balas secepatnya

    Maaf Program ini TERBATAS .

    BalasHapus