Senin, 28 Oktober 2013

MUSIK MANDAR, MODERN DAN TRADISIONAL



Menurut legenda Jawa, gamelan lima nada diciptakan oleh para dewa. Gamelan itu dihadiahkan oleh Batara Endra atas perintah Hyang Girinata kepada Sri Maharaja Kano dari negri Purwacarita. Karena itu dinamakan slendro, dari kata surendra. Sedang gamelan tujuh nada diciptakan oleh raja-raja Jawa legendaries sendiri. Yaitu prAbu Jayabaya dari memenang Kediri dan prabu Banjaransari dari Pajajaran.

Sejak masa Sultan Agung gamelan-gamelan yang bertangga nada tradisional telah dihayati oleh masyarakat Jawa, hingga kini di era globalisasi di mana gamelan telah melanglang buana dan dipelajari di Univertas, institute dan sekolah-sekolah kesenian di lebih dari 30 negara di dunia. Sultan Agung dalam Babad Tanah Jawa mengatakan “ Manawa ana putra sentananningsun kang ora wasis ing kagunan gending, ingsun jabake darah Mataram” ( bahwa siapa diantara para putra sentana yang tidak menguasai pokok-pokok roh dalam sastra gending, dianggap bukan sedrah). Tentu saja yang dianggap termasuk roh sastra gending adalah tangga nada karawitan seperti slendro, pelog, sorog, dan madenda.

Sementara seniman-seniman musik Mandar seperti Andi Syaiful Sinrang, Sabanjuddin Yuni, Kamaruzzaman, Samsi Nurdin, Andi Maksun Dai, Asli Latif, Tamrin Siraju, Arifuddin Siraju dll ( dua yang terakhir adalah paman penulis) sejak 1958 telah merubah banyak lagu-lagu Mandar yang tadinya bertangga nada pentatonik-tangga nada asli Mandar- menjadi diatonik. Antara lain lagu-lagu Mandar kreasi baru yang katanya telah dimodernkan itu adalah ; Tenggang-tenggang Lopi, Passurungai Salili, Panjala, Pandi-pandi’di, Batang Rappe, Kellema’, Bura Lattigi, Bura Sendana dan banyak lagi.

Ironisnya lagu yang termasuk dalam kategori klasiek karena mutu dan riwayatnya yang menggambarkan cara merasa orang Mandar, juga disolmisasi alias telah dibaratkan hingga hilang aura dan kharismanya yang mistis tradisional seperti lagu Bura’ Sendana. Padahal komponis Perancis kelas dunia yang revolusioner, Claude Debussy, justru terinspirasi oleh gamelan Jawa atau tangga nada tradisional Indonesia yang dilihat dan didengar dalam pestival budaya di Paris 1888, lalu menciptakan banyak komposisi yang berlandas pada patet karawitan kita. Benyamin Britten menciptakan The Prince of Pagodas. John Cake musisi kontemporer terkenal itu juga menciptakan Prepared Piano yang berangkat dari karawitan Bali.

L. Manik, komponois nasional kita, pencipta lagu Satu Nusa Satu Bangsa dan Desaku, sebelum meninggal telah menyadari kekeliruannya yang pernah berkata “ Gamelan tak membikin perubahan apa-apa sejak berabad-abad lamanya sehingga keadaan dan kedudukannya masih dalam status sederhana alias primitif dan mengahasilkan musik primitif pula”. Sebelum meninggal, atas sponsor suatu lembaga Protestan di Indonesia, telah menata musik ibadah gerejawi dengan konposisi yang sepenuhnya digali dari akar karawitan. Sedangkan kita tahu, tangga nada diatonik barat tidak bisa dilepaskan kaitannya dengan sikap adorasi gereja terhadap santo dan Tuhan. Do-re-mi-fa-so-la-si dalam kontek gereja Roma adalah Ut quent laxis, Re-sonaro fibris, Mi-ra getorum, Fa-muli tuorum, Sol-ve polluti. La-bii reatum, S-anta I-oannes. Dengan sebuah kredo abadi bahwa suara yang merdu datang dari Tuhan, dengan menyebut nama Santo.

Dengan tak bermaksud untuk melakukan pembedaan yang dikotomik, antagonmistis dan eksklusif, hendaknya kita bisa membedakan mana musik dengan kontek hiburan yang memang telah terlanjur didominasi oleh tangga nada diatonik barat dan irama-irama modern, dan mana musik yang berkonteks adat dan budaya yang mestinya bertangga nada khas Mandar, pentatonik dengan petikan-petikannya yang khas dan unik seperti kembangan, kemayoran dan sayang-sayang. Kita mestinya tahu mana yang modern dan mana yang tradisional, sehingga kita dapat merencanakan perjalanan budaya musik kita yang benar dan tepat ke depan.

Keduanya perlu dan dapat tempat serta punya krdudukan sendiri. Musik tradisional perlu guna peneguhan identitas, karakter dan sksistensi budaya dan kesenian orang Mandar yang unik dan khas. Yang modern bisa memberi hiburan dan rasa kesatuan universal manusiawi dan dalam rangka menyelami budaya dan cara merasa bangsa dan suku lain dalm konteks nasioanalisme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar