Rabu, 13 November 2013

HIJRAH ORANG MANDAR

Makna hijrah di Mandar dapat kita lihat dari berbagai ungkapan dan kearifan yang mengandung etos dan wawasan tentang waktu yang prima serta keperluan untuk selalu melakukan hijrah batini dengan senantiasa bercermin pada reslitas waktu yang terbagi dalam masa lalu, masa kini dan masa depan. Lalu melakukan hijrah dari perangkap dan jebakannya yang sering membuat kita terlena dan melupa pada kehidupan dan masa yang lebih baik dan menjanjikan.

Napoleon pernah berkata “ Minta apapun dari saya, kecuali waktu. Sejatinya penanda bahwa anda orang baik atau tidak adalah dari cara anda mengatur waktu. Manusia yang hendak jadi pemimpin atau anggota masyarakat yng efektik haruslah punya waktu untuk selalu berpikir dan merenungi waktu yang berjalan lurus kedepan, tak pernah henti dan tajam bagai pedang “ Al waktu kassaif in lam taqtha’hu, qatha’aka”, waktu itu bagaikan pedang, jika tak pandai memafaatkannya, maka leheru yang akan terpotong pelhnya.

Sailei gau' pura loa, pe'gurui tongangi gau mamanya, na mupijarammingi disese apianna gau manini makkeguna di alawemu anna lita'. (Tengoklah perbuatan yang telah dilakukan masa lalu, pelajari dengan kesungguhan perbuatanmasa kini, agar ia menjadi cermin dan ia berguna untuk dirimu dan untuk tanah air).

Apa yang terkandung dalam kearifan Mandar di atas adalah sebuah wawasan tentang masa yang selalu berkesinambungan, saling dukung dan mngkorfirmasi. Mengenang catatan dan jejak masa lalu adalah dalam rangka mensiasati dan mengelola kekinian. Yang pada gilirannya dapat menjadi paradigma bagi masa depan yang lebih baik. Masa kini adalah cerminan masa lalu, dan masa yang akan datang adalah cermin yang akan memantulkan wajah waktu sekarang. Dan benang merah yang mengkatkan semua periode kehidupan itu bagi orang Mandar adalah “ Passemandaran” yang bertumpu pada “ Tallu Ponna Atonganan”( tiga dasar kebajikan ) yakni ponge'pallangga ; aspek ketuhanan. tassisara ; aspek hukum dan demokrasi, tammalaesang ; aspek ekonomi, aspek keadilan dan aspek persatuan.

Nah, kesemua nilai-nilai dasar itu dalam aplikasinya haruslah disertai dengan sikap prilaku yang “ Malaqbi” atau bersifat mulia, bermartabat dan senantiasa menjaga “Siri”. Orang tua kita dahulu menasehatkan agar kita selalu mempunyai sifat mermartabat agar dicintai oleh rakyat ”pelindo lindo maririo nanacanringngo’o paqbanua ”
Dengan kesadaran pada waktu dan prilaku malaqbi, maka orang Mandar telah melakukan hijrah yang sejati, bukan sekedar pindah tempat dan posisi, misalnya dengan merantau dan melakukan mobilitas vertical dan horizontal yang kadang tak merubah sifat dan sikap kemandaran dan ke-Islaman yang hakiki. Malahan tambah malilu dan tialuppe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar