Jumat, 11 November 2016

ANOMALI DAN ANiMALITAS PILPRES DI AMERIKA SERIKAT


Kemenangan Donald Trump atas Hillary Clinton dalam pemilu presiden di AS sungguh mengejutkan publik dunia dan AS sendiri. Dan sepertinya telah terjadi semacam anomali cuaca politik di sana. Betapa tidak, dikabarkan sampai detik-detik terakhir kemengan Trump banyak orang masih menyakini bahwa ia akan kalah. Rasanya publik Amerika belum mau beranjak dari atmosfir reformasi budaya politik yang telah dirambah oleh tokoh partai demokrat dari kalangan minoritas, Barack Obama. Spirit pembaharuan juga diusung oleh Hillary Clinton yang adalah calon presiden dari kalangan perempuan yang sampai detik ini belum satupun yang bisa menjadi presiden di AS. Ada dukungan yang besar pada hasrat pembuktian eksistensi perempuan. Dan itu datang dari sebagian besar kalangan muda progressif, kaum celebrity dan kelas menengah yang baru mentas, yakni kaum Yuppies. So pasti juga dari kalangan aktivis perempuan, atau sekalian perempuan yang berpikiran maju.

Anomali yang lain adalah ditengah semangat keterbukaan dan hasrat globalisme yang banyak disetir oleh ide-ide intelektual Amerika, Donald Trump yang mengusung gagasan isolasionisme bisa menang. Demokrasi Amerika jelas tak sejalan dengan segala rupa ketertutupan yang memutus relasi-relasi internasinal, karena akan berpengaruh pada perekonomian global. ekslusivisme Donald Trump itu jelas membalik sejarah keterbukaan Amerika pada dunia. Bukankah Amerika dibawah laksamana Matthew Perry telah datang ke Jepang di tahun 1853 dengan tuntutan untuk membuka isolasionisme Jepang agar mau berbisnis dengan Amerika. Dan tentu Amerika sadar betul bahwa penyebab resesi ekonomi dunia di tahun 1929 yang juga mengguncang AS sangat keras adalah disebabkan oleh etatisme negara-negara di dunia saat itu. Antara lain oleh Turki yang masa itu masih besar pengaruh politik dan ekonominya.

Untuk bisa lebih memahami kemenangan Trump itu mungkin kita bisa menggunakan konsep ‘animalitas. Maksud saya dengan animalitas di sini adalah bahwa segala fenomena kemanusiaan bisa dibaca dengan bermediasi binatang sebagai simbol dan metafora. Tidak bermasud mengatakan seperti yang Giorgio Agamben katakan bahwa sejatinya evolusi manusia itu bergerak dari alam kemanusiaan yang cerdas menuju ke alam kebinatangan yang hidupnya hanya untuk sekedar makan. Jadi kebalikan dari teori evolusi Charles Darwin yang mengatakan manusia berasal dari kera. Kedua teori tersebut tentu punya implikasi moral etis keagamaan. Dan juga menimbulkan polemik di dunia ilmu pengetahuan.

Waktu libur sekolah, anak-anak biasanya sangat gembira bila diajak ayah ibunya tamasya atau rekreasi ke kebun binatang. Andaipun orang tuanya tak punya waktu menemani atau mengantar anak ke zoo garden itu, sang anak setidaknya akan bermain gadget atau nonton televisi yang kebanyakan tokohnya berasal dari dunia binatang. Ada yang bernama donald bebek, mickey mouse, spidermen, batman, atau patrik dan plankton dalam film spongebob. Di masa lalu kecintaan anak-anak pada binatang ini disalurkan lewat kisah binatang atau fabel. Yang terkenal adalah kisah tentang srigala yang pandai berpolitik dan melakukan intrik karya Baidaba dari India yang lalu disadur oleh pujangga Arab, Ibnu Mukaffa, menjadi Khalilah wa Dimmah.

Ketika ibu dan nenek mendongeng sebelum anak tidur pun kebanyakan juga tentang tokoh binatang dengan segala sifat dan lagak-lagunya. Ada tentang kecerdikan kancil, kesaktian buaya atau kekompakan kura-kura. Dalam alam berpikir totemisme’ suku-suku primitive, banyak narasi yang menyebut binatang adalah leluhur mereka.makanya dia dikeramatkan dan dipuja. Istilahi totem sebenarnya berasal dari kata ‘ototeman’yang berarti ‘kekerabatan atau kekeluargaan’jadi antara manusia dan binatang trdapat hubungan kekeluargaan. Tapi disementara suku diyakini bahwa manusia setelah mati akan menjadi srigala, sedangkan srigala ini tadinya adalah kucing.

Banyak antropolog yang meyakini bahwa kebudayaan manusia berevolusi dan berdifusi dari bangsa Mesir (Pan Egipt). Sementara bangsa ini sejak kemunculannya telah memuja binatang bahkan menidewakannya. Lembu jantan atau Apis adalah dewa bangsa Mesir, banyak juga dewa berbentuk setengah binatang, atau manusia berkepala binatang. Barangkali fakta-fakta totemisme inilah yang telah mengilhami Darwin atau Lamarck untuk menteorikan bahwa manusia berasal dari kera. Kedua ilmuwan ini mencoba mendukung teorinya dengan banyak sekali fakta dan bukti ilmiah. Dan para filosof atau pemikir banyak yang hampir meyakini teori itu karena malihat realitas ‘animalitas’ manusia yang semakin gamblang di mata.

Tentu saja kaum agamawan, ilmuwan kritis, atau manusia lumrah menyanggah dengan keras teori tersebut. Dan semua kita yang masih berpikiran waras mana mau diskatakan bernnek moyang kera. Sebinatang apapun sifat-sifat yang ada pada seseorang, tak akan rela disebut sebagai pelanjut kera secara biologis. Padahal dalam wayang misalnya, dibanyak tokoh binatang juga punya kebaikan bahkan kemulyaan. Alkisah Anoman adalah kera yang punya jiwa pengabdian pada rajanya, Sri Rama. Bahkan diceritakan dalam ‘ Mahaprasthikaparwa’, seekor anjing dapat masuk sorga karena pengabdian dan kesetiaannya pada manusia. dan tentu saja yang sangat terkenal adalah si burung garuda bernama Jathayu, yang telah berjuang merebut Dewi Shinta dari tangan Rahwana.

Nah, dalam sejarah hidupnya, burung garuda atau elang telah banyak memberi inspirasi kepada manusia. bahkan menjadi lambang kesaktian sebuah negara. Di Indonesai burung garuda yang berkalungkan Pancasila telah menjadi makhluk yang sangat sakti, menjadi simbol kebesaran dan keselamatan. Di Amerika, burung Elang nyaris dimitoskan sebagai pembawa keberhasilan. Itulah sebabnya, Donald Trump yang kini jadi presiden Amerika Serikat, kerap menaruh sang Elang di ruang kerjanya. Waktu Trump nyaris dicakar Elangnya itu, orang mengartikan bahwa ia akan gagal menjadi presiden. Padahal makna sebenarnya adalah ia nyaris gagal saja.

Dari namanya saja Trump sudah meramalkan keberhasilan. Ada sebuah prasa dalam bahasa Inggeris yang berbunyi . “Came up Trump’ yang berarti seseorang melakukan sesuatu yang membuatnya sukses kendati memiliki sedikit harapan. Donald Trump juga beruntung punya nama itu. Kaum konservative di Amrik tentu saja akan mangasosiasikan beliau dengan cerita terkenal dari Disneyland, yaknni ‘ Donald Duck’ atau si donald bebek. Dalam hal ini presiden yang banyak membuat komentar miring dan dianggap rasis, kemungkinan telah disamakan sebagai ‘Uncle Scrooge’ atau paman gober yang bergelimang uang dan pandai mengurus ekonomi. Paman scrooge adalah si duck yang menjadi simbol kebangkitan kapitalisme setelah terpuruk cukup dalam.

Namun dalam buku ‘ How to Read Donald Duck : imperialist Ideology in The Disney Comic, Ariel Dorfman dan Armand Matelart berpendapat bahwa imperialisme tidak hanya menyasar dunia ekonomi-politik sebagai determinasi tunggal, tapi juga mengarah kepada penguasaan kognitif, dimana orang digiring kepada suatu kesimpulan bahwa ‘cara hidup Amerika’ atau Amerikan Dream adalah alamiah, tanpa dosa dan merupakan kepentingan semua orang. Dan sikap tanpa dosa itu ditunjukkan oleh kelucuan dan keluguan Kwak,Kwik dan Kwek, juga oleh paman Gober sendiri. Dan semua hiperrealita ini telah tersebar dan berlangsung lama di seluruh dunia. Kemenagan Donald Trump adalah karena ia mewakili imaginasi bangsa Amerika itu bahkan dengan warna yang lebih kental dan berani. Kendati Trump telah melakukan ‘political Correct dengan mau berbicara apa saja, bahkan melecehkan kaum imigran hispanik dan agama Islam, ia toch berhasil menang. Itu karena ia dianggap pantas mengembang ideologi keras, irasional dan agressif itu, bukan Hillary Clinton.

Lagi-lagi untuk mengupas kemenangan Trump atas hillary, saya akan ambil metafora dari dunia zoo yang difilmkan. Ini hal yang tak terlalu aneh karena Aristoteless pernah berkata bahwa manusia adalah ‘ zoon politikon. Dewasa ini video anak yang digemari adalah ‘Paw Patrol’. Walau film itu diproduksi di Canada. Tapi bisa mewakili semangat kebangkitan ras Anglo Saxon sebagaimana yang jadi mimpi Donald Trump dalam komen-komennya beberapa waktu lalu. Kanada dihuni mayoritas kaum anglo saxon. Film anak-anak itu diperankan oleh manusia dan juga para ‘Pups’ yang piawai mengatasi setiap masalah dengan credo ‘ Whenever you're in a trouble, we’ll be there in a double”. pada setiap masalah akan berkata ‘the problems was not too big, and the pups was not too small. Persis orang-orang Amerika sering kumandangkan.

Dalam sebuah episode Paw Patrol yang berlatar pelabuhan dan hari Hallowen, seekor chicken bernama Chickeletta , dengan canggung mencoba menjalankan sebuah perahu layar dimana hallowen dirayakan. Dengan berlayar menjauh dari daratan pergi entah kemana. Namun dengan kesigapan dan ketrampilam tim paw patrol ; Marshal, Zuma dan yang lain, masalah bisa diatasi kapal layar itu bisa kembali ke pelabuhan. Dengan berpegang pada teori trace Derrida, dapat diasumsikan cerita itu metafora dari Hillary Clinton yang mau ‘Go overseas’ melakukan kerja intervensionis, tapi berhasil digagalkan oleh Donald Trump dkk, karena ia adalah seorang isolasionis.

Ya, Hiillary adalah pelanjut politik intervensionis Amerika yang selalu mendramatisir American National Interest dengan mendefinisikannya secara meluas dan mendalam. Dan prioritas pertama yang akan digarapnya jika menang adalah permasalahan yang berkembang di kawasan Asia Pasipic. Ini sama saja akan melanjutakan politik suami sekaligus mentornya, Bill Clinton, semasa menjadi peresiden di tahun 90 an. Kebijakan timur jauh Amerika saat itu dianggap tidak fair karena disatu sisi mendukung WTO tapi melakukan juga intervensi-intrvensi politik ekonomi, sekaligus praktek proteksionisme. Akibatnya Clinton banyak dikecam oleh pemimpin-pemimpin Asia, diantaranya Mahathir Muhammad yang dulu saking kesalnya sampai mengatakan “ ....that’s rihgt, we’re different....why should Asians be the same as you!”

Jadi siapapun yang menang di Amrik lalu menjadi presiden definitive, tidak akan member harapan terlalu besar bagi dunia selama tidak mematuhi segala komitmen dan perjanjian internasional yang berdasar pada persamaan dan kerja sama. Betapapun Amerika yang makmur dan perduli adalah harapan dunia yang sedang terpuruk dalam pelambatan ekonomi, dimana angka pertumbuhan menurun, sedang angka kemiskinan kian berlipat ganda. Dunia masih berharap Amerika yang karena kekuatan dan kekayaannya, mengulirkan lagi program charity dan bantuan bagi Negara-negara miskin, dan membuka pasar dalam negrinya tanpa proteksionisme. Semoga Donald Trump, presiden Amerika Serikat terpilih tetap pada jalur ‘ The Sustainable Depelovement Goals’, untuk dunia yang lebih damai, makmur, bebas dari kemiskinan dan hijau.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar